Kunjungan Menlu Hillary Clinton

Memperkuat Solidnya Hubungan RI-AS

VIVAnews - Benci tapi rindu. Mungkin itu adalah ungkapan yang cocok untuk menggambarkan pasang surutnya hubungan Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Sejak menjalin hubungan resmi 1952, kedua negara beberapa kali mengalami perbedaan pandangan yang terkadang mengarah kepada ketegangan yang cukup serius.

Amerika beberapa kali menyoroti masalah demokratisasi dan penegakan hak asasi manusia di Indonesia – terutama di zaman Orde Baru periode 1965-1998. Di sisi lain, Indonesia juga sering mengritik kebijakan luar negeri Amerika yang menerapkan standar ganda atas sejumlah isu – terutama di Timur Tengah.

Di Indonesia, harapan dan penantian akan perubahan yang lebih baik selalu muncul setiap kali Amerika mengalami suksesi kepemimpinan. Mungkin kesan ini terkesan sentimentil, namun harapan itu tengah membumbung tinggi mengingat presiden baru AS, Barack Obama, pernah empat tahun melewatkan masa kecilnya di Indonesia. 

Apalagi harapan yang tinggi itu diperkuat oleh dua momen simbolis. Pertama, kunjungan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke AS awal Februari 2009. Kalla merupakan tamu resmi pertama bagi Wakil Presiden baru AS, Joe Biden.

Selain itu Kalla berkesempatan sarapan bersama dengan Obama dalam acara National Prayer Breakfast dan memberikan pidato di Gedung Kongres dengan judul 'Crafting Peace in Asia: The Indonesian Experience.'  

Momen kedua adalah kunjungan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton ke Jakarta 18-19 Februari 2009. Ini akan menjadi kunjungan pertama Clinton ke kawasan Asia Tenggara dalam rangka tur ke Asia – kawasan yang kali pertama dikunjungi seorang Menlu AS dalam sejarah diplomasi Negeri Paman Sam.

Di Jakarta, Clinton akan menggelar konsultasi dengan para pejabat senior Indonesia untuk membicarakan peningkatan kemitraan bilateral dan isu-isu di Asia Tenggara. Kabarnya, Clinton juga mempersiapkan kunjungan nostalgia Obama ke Indonesia.

Tak heran bila kalangan masyarakat di Indonesia berharap bahwa kepemimpinan Obama bisa merubah citra Amerika sehingga tidak lagi arogan dan mau mendengarkan kepentingan mitra-mitra Amerika, termasuk Indonesia.

Perubahan citra Amerika di bawah Obama inilah yang coba dilakukan oleh Clinton sebagai nahkoda armada diplomasi AS di manca negara. Tingginya harapan itu diungkapkan kalangan  pengusaha seperti Sofyan Wanandi.

“Obama akan jauh lebih baik dari George W. Bush. Karena dia juga pernah tinggal di Indonesia, negara yang mayoritas penduduknya muslim. Semoga dia dapat mengubah pandangan dan kebijakan Amerika,” kata Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia.

Retno Marsudi, Direktur Jenderal Amerika dan Eropa, Departemen Luar Negeri Indonesia, juga mengungkapkan adanya harapan yang tinggi bagi Amerika di bawah Obama dalam membawa perubahan yang baik dalam menjalin hubungan bilateral dengan Indonesia. “Kita sudah berangkat dari hubungan yang solid. Dengan adanya beberapa tambahan , plus pengalaman pribadi Obama pernah tinggal di Indonesia, maka hubungan yang sudah solid akan menjadi semakin kuat,” kata Marsudi.


Sebenarnya hubungan Indonesia dan Amerika semasa pemerintahan George W. Bush sudah melangkah lebih baik ketimbang masa Bill Clinton. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah berujar bahwa hubungan Indonesia dengan AS selama delapan tahun terakhir  cukup solid.

Perbaikan itu seiring dengan transformasi politik Indonesia pasca rezim Soeharto dan perubahan agenda internasional zaman Bush yang mengedepankan pendekatan keamanan melalui jargon “Perang Melawan Terorisme.”

Menurut Marsudi, ada beberapa faktor yang membuat hubungan Indonesia dan AS mulai terbilang solid dalam delapan tahun terakhir. Pertama, saat Bush datang ke Indonesia 20 November 2006, baik dia maupun Yudhoyono menegaskan komitmen kedua negara untuk memperluas dan memperdalam democratic partnership (kemitraan demokratis) yang didasarkan pada kesetaraan dan saling menghormati, serta kesamaan pandang mengenai kebebasan, pluralisme, dan toleransi.

Presiden Bush menekankan kembali dukungan kuat AS bagi persatuan nasional dan integritas wilayah RI dan penolakan atas berbagai upaya pemisahan diri dari Indonesia.

Kedua,  sejak 23 Mei 2008 pemerintah AS mencabut travel warning/travel advisory ke Indonesia yang telah diberlakukan selama delapan tahun. Pencabutan itu berdasarkan tak ada lagi peristiwa terorisme di Indonesia yang memakan banyak korban dalam kurun waktu dua tahun terakhir.

Kemudian adanya upaya keras pemerintah Indonesia untuk mengatasi berbagai aksi terror, termasuk penangkapan terhadap para pelaku teror dan pencegahan terjadinya tindakan teror.

Ketiga, kerjasama anti terorisme RI-AS yang dilaksanakan dalam kerangka ATA (Anti Terrorism Assistance), berupa pelatihan dan pemberian perlengkapan kepada Densus 88 Anti Teror, pelatihan dan pembentukan JCLEC (Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation), dan information sharing, serta capacity and institutional building.

Sedangkan di bidang ekonomi, ada satu catatan penting yaitu pada akhir 2008 saat Indonesia terpilih sebagai eligible country untuk mendapatkan pendanaan yang lebih besar dalam kerangka program Millenium Challege Corporation (MCC) dari AS.

Terpilihnya Indonesia merupakan bentuk penghargaan AS atas komitmen Indonesia dalam melaksanakan good governance dan mengupayakan pengentasan kemiskinan. MCC juga mendukung upaya pemerintah RI dalam reformasi sektor yudikatif.

Kemudian ada joint statement antara menteri keuangan kedua negara di sela-sela pertemuan UNFCCC di Bali tahun 2007, berisi antara lain keinginan Indonesia untuk menerima tawaran pemerintah AS untuk menghapus hutang pemerintah kita sebesar US$ 19,6 juta melalui kerangka Debt for Nature Swap – Tropical Forest Convervation Act (DNS-TFCA). Penyusunan kesepakatan sedang dibahas kedua pihak.

Lalu mengenai hibah AS melalui USAID, pada tahun 2005-2008, pemerintah AS telah memberikan hibah sebesar US$ 129 juta. Di bidang sosial budaya, Amerika merupakan partner utama kita di bidang pendidikan.  Kerjasama di bidang pendidikan sudah dimulai sejak tahun 1952 melalui beasiswa Fulbright.

Pada masa terakhir pemerintahan Bush akan ditandatangani MoU RI-AS mengenai AMINEF yang turut mengatur program Fulbright. AMINEF akan memfasilitasi program pertukaran pelajar, pemberian beasiswa, dan kerjasama pendidikan antar kedua negara.

Maka, menurut Marsudi, hubungan bilateral yang sudah solid ini dapat lebih diperkuat dalam pemerintahan Obama. Maka, kunjungan pertama Clinton sebagai menteri luar negeri ke Indonesia menjadi titik awal dari harapan itu.


Persikabo 1973 Jadi Tim Pertama yang Terdegradasi dari Liga 1 Musim Ini
Ditlantas Polda Aceh membagikan takjil dan beras kepada pengendara

Kombes Iqbal dan Anak Buah Cegat Kendaraan di Lampu Merah, Bikin Pengendara Hepi

Ditlantas Polda Aceh bersama Ikatan Motor Besar Indonesia (IMBI) membagikan takjil dan paket beras ke pengendara motor dan becak.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024