Mendeteksi Anak Depresi

VIVAnews - Lagi-lagi muncul kasus anak berupaya melakukan tindakan bunuh diri. Rameswari alias Riri, 6 tahun siswa SDN 04 Jagakarsa, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu, berusaha menghabisi nyawanya sendiri dengan cara menggantung diri. Mendengar berita ini, tentu saja bikin banyak ibu, termasuk Anda, merasa cemas. Perasaan Anda pun bercampur aduk, antara terkejut dan takut. Dalam hati muncul pertanyaan, mungkinkah buah hati Anda juga bisa mengalami hal ini? 

Menurut Fabiola Priscilla Setiawan, psikolog anak dari Jagadnita Counsulting, depresi pada  anak dapat menjadi pemicu keinginan bocah mungil ini melakukan tindakan bunuh diri. Cari tahu penyebab, dan kenali gejalanya. Sebagai orang tua, Anda bisa kok, mencegah kejadian ini.

Mengapa seorang anak kecil dapat mengalami depresi? Sebenarnya ada tiga faktor pemicu, yaitu:

Faktor biologis
Meskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor genetik mempunyai peran terbesar. Bila pada suatu keluarga, salah satu orangtua menderita depresi, maka anaknya berisiko menderita depresi.

Faktor psikologis
Karakteristik anak yang cenderung mudah panik, cemas, dan tidak asertif membuat si kecil lebih rentan mengalami depresi. Sifat-sifat seperti ini dapat menyebabkan daya tahaI anak terhadap stres lemah, hingga berujung depresi.

Faktor Lingkungan
Faktor satu ini bisa dibilang paling berperan. Tuntutan lingkungan yang berat dapat menjadi biang keladi anak depresi. Misalnya, di sekolah ia dituntut untuk selalu menjadi nomor satu. Atau, si kecil mengalami perbuatan bully dari teman-temannya. Atau, di rumah pola asuh orang tua keras. Bila sang ibu sering membentak, membuatnya tak berdaya. Sehingga mampu menggoyahkan daya tahannya terhadap stres.

Selain itu, tontonan di media televisi juga berperan. Misalnya, di beberapa tayangan muncul adegan tokoh yang berusaha menyakiti diri sendiri tiap kali mengalami masalah. Perlu disadari, anak mulai usia 2-12 tahun berada pada masa imitasi (meniru). Jadi, jangan biasakan anak menonton teve tanpa ditemani.

Masalahnya, gangguan depresi pada anak sebelumnya tidak terlalu dikenali dan biasanya dianggap sebagai gangguan mood yang normal pada fase perkembangan. Padahal, mengenali tanda-tanda depresi dapat mencegah si kecil menyakiti diri sendiri. Apa saja tanda-tandanya?
- Murung, dan sering menangis
- Mudah marah
- Terlihat lelah dan tidak ada motivasi
- Tidak lagi menjalani aktivitas kesukaannnya. Misalnya, dulu ia senang main bola. Tapi, setelah beberapa minggu, ia enggan menjalani kegiatan itu.
- Perubahan kebiasaan makan dan tidur (adanya kenaikan atau penurunan berat tubuh yang terlihat jelas, dan sulit tidur)
- Keluhan yang sangat sering mengenai masalah fisik, seperti sakit perut atau pusing
- Sulit berkonsentrasi dan sering lupa
 Jika lima dari tanda-tanda di atas dialami buah hati Anda, sebaiknya jangan disepelekan. Terutama jika kondisi ini sudah dialami si kecil selama lebih dari dua minggu berturut-turut. 

Jika sudah muncul tanda-tanda, jangan langsung membawa si kecil ke psikiater. Anda bisa mencoba mendekatinya terlebih dulu. Kuncinya adalah mengenal karakter anak Anda. Langkah-langkahnya:

1. Ajak bicara.
Cari momen yang dapat membuat Anda dan si kecil santai. Misalnya, di akhir pekan. Ajak dia menjalani aktivitas favoritnya. Misalnya, berenang atau membeli buku. Bila dia terlihat santai, tanyakan apa yang membuatnya berubah. Biasanya dalam kondisi relaks, anak lebih terbuka. Tapi, ketika dia tak juga menjawab sebaiknya jangan dipaksa.

2. Ajarkan memecahkan masalah
Ketika si kecil mulai terbuka, Anda bisa membantunya memecahkan solusi. Misalnya, dia takut pada teman-temannya. Ajarkan padanya untuk berbicara baik-baik dengan teman-teman. Tapi, jika tidak bisa, mintalah si kecil untuk berani bilang kondisi ini pada gurunya.

Yang perlu disadari, jangan melulu memberikannya solusi. Sebelumnya, tanyakan padanya apa yang akan dilakukannya bila menghadapi masalah. Jika jawabannya cukup baik, Anda bisa memujinya. Hal ini bisa meningkatkan rasa percaya dirinya, dan kemandiriannya.

3. Terima kondisinya
Masih banyak orang tua yang tidak menerima, kalau anaknya punya masalah. Sehingga membuat si kecil berubah. Sayangnya, banyak orang tua menganggap buah hatinya sedang mengalami masa transisi. Padahal, belum tentu benar. Jika si anak  terbukti punya kecenderungan depresi, jangan langsung panik  dan menyalahkan diri sendiri.

Kalau Anda merasa tidak sanggup menghadapinya, anak memerlukan bantuan profesional, psikiater, atau psikolog. Tetaplah  optimistis bahwa setiap masalah ada solusi. Cari informasi di internet atau juga bergabung ke support group orang tua yang mengalami masalah sama.

Mitsubishi Fuso Resmikan Diler 3S Baru di Morowali
VIVA Militer: Serah terima jabatan Komandan Yonif 305 Tengkorak Kostrad TNI

Akhirnya Letkol Danu Resmi Jadi Komandan Pasukan Tengkorak Kostrad TNI Gantikan Raja Aibon Kogila

Serah terima baru saja dilaksanakan di lapangan Sadelor.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024