- VIVAnews/Tri Saputro
VIVAnews - Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memenangkan gugatan Yusril Ihza Mahendra atas kebijakan moratorium remisi dan pembebasan bersyarat (PB) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Yusril merupakan kuasa hukum narapidana yang keberatan terhadap kebijakan Kemenkum HAM.
"Mengadili, menyatakan, mengabulkan seluruh gugatan. Memerintahkan kepada tergugat (Kementerian Hukum dan HAM) agar segera mencabut objek sengketa (SK Menhuhkam dan tiga surat keputusan tentang pembatalan remisi)," kata Ketua Majelis Hakim PTUN Bambang Heriyanto di Jakarta, Rabu 7 Maret 2012.
Menurut Bambang, SK Menhukham yang dikeluarkan pada 16 November 2011 dan tiga keputusan lainnya tentang pembatalan remisi terhadap tujuh narapidana korupsi, telah menyalahi UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Majelis Hakim menganggap SK tersebut bertentangan dengan azas-azas pemerintahan yang baik.
Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra ditunjuk oleh tujuh narapidana yang terkena pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat, yaitu Ahmad Hafiz Zawawi, Bobby Suhardiman, Mulyono Subroto, Hesti Andi Tjahyanto, Agus Wijayanto Legowo, H Ibrahim, dan Hengky Baramuli.
Hafiz Zawawi, Boby Suhardiman dan Hengky Baramuli adalah terpidana kasus travel cek pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Hesti dan Agus adalah terpidana perkara korupsi pembangunan PLTU Sampit. Sementara Ibrahim adalah terpidana perkara korupsi Puskesmas Keliling di Kabupaten Natuna. Mereka batal menghirup udara bebas atas terbitnya kebijakan tersebut.
Menanggapi hal itu, Yusril menegaskan bahwa putusan itu tidak hanya berlaku bagi ketujuh terpidana yang mengguggat, tapi juga berlaku bagi narapidana lainnya."Ini berimplikasi pada para napi lainnya," ujar Yusril. (umi)