- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews -- Meski tak memerintahkan masuk bui, hakim Pengadilan Negeri Palu menjatuhkan vonis bersalah terhadap AAL, terdakwa kasus pencurian sandal jepit milik Briptu Ahmad Rusdi. Karena usianya yang belum dewasa, hakim mengembalikannya ke keluarganya.
Vonis bagi AAL itu dipersoalkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sekretaris Jenderal KPAI, M Ikhsan mengatakan, ini bukan soal dibui atau tidak dibui.
Ia menyebut ada sejumlah keanehan dalam kasus ini. "Pertama, dalam proses persidangan dan pemeriksaan barang bukti dan saksi-saksi, juga hasil investigasi, tidak terbukti AAL bersalah. Ia tak mencuri, tapi memungut sandal di pinggir jalan," kata Ikhsan kepada VIVAnews.com, Kamis 5 Januari 2012.
Sandal yang ia pungut bukan milik Briptu Ahmad. Yang diambil sandal Eiger, yang diaku dan jadi barang bukti, sandal Ando butut. "Harusnya AAL divonis bebas," tambah dia.
Ikhsan berpendapat, meski akhirnya dikembalikan ke orang tua, berat bagi AAL untuk melanjutkan masa depannya dengan predikat bersalah, dan capnya sebagai "maling" akan melekat. "Seumur hidup ia akan menanggung beban psikologis sebagai pencuri. Ini berbahaya bagi perkembangan anak," kata dia. "Kita hindari, jangan sampai ia dibilang maling, pencuri."
Terkait putusan itu, hari ini, KPAI berencana akan mengunjungi Mabes Polri, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, juga Komisi Yudisial. " Untuk membagikan sandal, biar mereka tahu di Indonesia ada permasalahan hukum carut marut," kata dia.
Apalagi, kasus AAL bukan satu-satunya pemidanaan terhadap anak di bawah umur, yang janggal. "Hari ini saja terkuak kasus anak terbelakang mental ditahan dan masuk penjara di Cilacap gara-gara pisang," kata Ikhsan.
"Juga di Sijunjung, Sumatera Barat, dua tahanan anak ditemukan gantung diri di sel. Mereka tersangka pencurian kotak infak," tambah Ikhsan.