Gelar Doktor UI Raja Saudi Dikecam, Mengapa?

Raja Arab Saudi Abdullah
Sumber :
  • AP Photo

VIVAnews – Dosen Filsafat Universitas Indonesia, Rocky Gerung, mengungkapkan kegeraman itu di laman akun twitter-nya. “Hari ini IQ UI turun 100 poin... ke batas peradaban!” tulisnya.

Live World Boxing Welter Super WBO dan WBC, Tszyu vs Sebastian Fundora Tayang Akhir Pekan di tvOne

Kejengkelan Rocky rupanya dipicu oleh pemberian gelar Doktor Honoris Causa Bidang Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan Teknologi oleh UI kepada Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Azis.

Bukan hanya Rocky yang marah. Guru Besar UI yang juga mantan Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Emil Salim, juga ikut murka. Emil bahkan akan menuangkannya dalam pidato berjudul ‘Sengkarut Rektor, Raja, dan Ruyati.’ Pidato itu akan dibacakan di depan sejumlah dosen, mahasiswa, dan guru besar lainnya, Senin, 5 September 2011 pekan depan.

Hari Senin itu, para civitas akademi UI yang menentang pemberian gelar Doktor Honoris Causa bagi Raja Arab Saudi, akan berkumpul di Fakultas Ekonomi UI. Mengapa mereka begitu marah dengan pemberian gelar terhormat kepada pemimpin Saudi itu? Jawabannya tak lain adalah: Ruyati.

Ruyati, Tenaga Kerja Indonesia asal Bekasi yang beberapa waktu lalu dihukum pancung di Arab Saudi, menjadi alasan utama mengapa para akademisi UI itu, didukung oleh sebagian masyarakat, menggalang gerakan menentang pemberian gelar terhormat Doktor Honoris Causa kepada sang Raja Saudi.

Menurut mereka, pemberian gelar itu – apalagi di bidang kemanusiaan – menunjukkan UI tak peka dengan perasaan keluarga Ruyati, dan rakyat Indonesia secara umum. Perasaan tersinggung itu juga disuarakan oleh Anis Hidayah, Koordinator Migrant Care – Lembaga Swadaya Masyarakat yang kerap memberi advokasi pada para TKI.

“Itu sama saja dengan mendukung pemancungan, penganiayaan. Dia tidak pantas diberi gelar kemanusiaan,” kata Anis. UI, kata dia, seharusnya mengadvokasi hak perempuan macam Ruyati, bukannya malah kian menyinggung perasaan bangsa Indonesia. Anis mengingatkan, banyak Tenaga Kerja Wanita asal Indonesia diperkosa dan dihukum mati di Saudi meskipun kesalahan mereka belum jelas benar, sementara para majikan mereka justru dilindungi.

Oleh karena itu, Anis mempertanyakan tujuan dan alasan pemberian gelar UI kepada Raja Arab Saudi. Lebih jauh, Rocky bahkan berpendapat, pemberian gelar kepada Raja Saudi itu mengancam dunia akademis. “Gelar seharusnya diberikan secara hati-hati dan monumental, bukan diobral,” kata dia, Jumat 2 September 2011.

Rocky menegaskan, universitas adalah institusi otonom yang tak boleh serampangan memberikan gelar maupun penghargaan. Rocky juga mengingatkan, pemberian gelar harus sesuai situasi kekinian. “Seseorang yang melakukan pelanggaran hak azasi manusia, mana bisa diberi gelar di bidang kemanusiaan,” ujarnya.

Jawaban Rektor UI

Rektor UI Gumilar Rosliwa Sumantri menjelaskan pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada Raja Arab Saudi sudah sesuai prosedur. “Pemberian gelar itu sudah melewati proses lazim, dan sesuai prosedur operasi standar di UI,” kata Gumilar. Ia kemudian memaparkan prosedur penetapan pemberian gelar Doktor Honoris Causa di UI.

Menurutnya, seseorang bisa mendapat gelar Honoris Causa apabila diusulkan, baik oleh warga biasa, mahasiswa, dosen, dekan, guru besar, atau siapapun juga. Usulan itu, papar Gumilar, selanjutnya akan masuk ke Komite 8. “Komite 8 ini terdiri dari para guru besar dari berbagai disiplin ilmu. Merekalah yang akan menyeleksi apakah usulan-usulan itu layak atau tidak,” ujarnya.

“Jika usulan dinilai tak layak, maka akan dibatalkan. Jika dianggap layak, maka akan dikaji lebih dalam lagi,” tutur Gumilar. Komite 8 itu bukan satu-satunya tim yang terlibat dalam memutuskan pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada seseorang. “Sesudah mengkaji, dan merasa seorang kandidat pantas diberi gelar, maka Komite 8 akan meminta pendapat kedua dari Tim 5,” Gumilar menambahkan.

Tim 5 tersebut juga terdiri dari para guru besar dan ahli. Apabila Tim 5 menolak kandidat yang diajukan Komite 8, maka pemberian gelar pun tak dapat dilakukan. “Tapi jika kedua tim sepakat kandidat itu layak, maka mereka menyusun alasan bersama-sama terkait alasan mengapa kandidat itu layak diberi gelar,” Gumilar menerangkan.

Alasan itu disusun rapi mirip buku, lengkap dengan profil, dan jasa-jasa si kandidat. “Itulah yang kemudian diusulkan ke Rektor,” kata Gumilar. Selanjutnya, kata dia, Rektor akan mengirim surat kepada kandidat terkait, apakah dia bersedia atau tidak menerima gelar.

“Jadi dari segi prosedur, penetapan Raja Arab Saudi sebagai penerima gelar Doktor Honoris Causa, sudah sesuai prosedur. Dia diusulkan sejumlah profesor dan dosen, dikaji oleh Komite 8, dan sudah ada opini kedua dari Tim 5,” jelas Gumilar. Ia menambahkan, semua proses itu sebetulnya sudah berlangsung tiga tahun lalu, jauh sebelum kasus Ruyati terjadi.

Alasan pemberian gelar

Gumilar menyatakan, terlepas dari bayang-bayang kasus Ruyati, Raja Saudi memang layak diberi gelar karena sejumlah pertimbangan. “Dia aktif mendorong perdamaian Israel dengan Palestina. Dia raja yang sangat terbuka. Dia juga aktif dalam Interfaith Dialogue – dialog antariman yang melibatkan Islam, Kristen, Yahudi, dan agama-agama lain,” paparnya.

“Jadi kalau melihat rasionalitasnya, raja ini layak,” tegas Gumilar. Bukan itu saja pertimbangan Komite 8 memberikan gelar kepada Raja Saudi. “Raja sangat peduli dengan kemanusiaan. Dia membantu Indonesia saat terjadi tsunami di Aceh tahun 2004. Beberapa anak Aceh bahkan diundang ke Istana Saudi,” kata Gumilar.

Intinya, Komite 8 menilai Raja Saudi banyak memiliki simpati terhadap sesama umat manusia. “Dia juga membangun Masjid Arif Rahman Hakim di UI ini,” ujar Gumilar. Ia pun menegaskan, dirinya sama sekali tak pernah menerima uang dalam proses pemberiaan penghargaan terhadap Raja Saudi. “Uang Raja di UI ya untuk membangun masjid itu saja,” kata dia.

Apapun, Gumilar meminta maaf kepada masyarakat atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan akibat pemberian gelar tersebut. “Saya sungguh menyadari bahwa momentum pemberian gelar itu kurang tepat, yaitu setelah pemancungan Ibu Ruyati. Saya minta maaf atas itu,” ujar dia.

Menurutnya, UI sama sekali tidak berniat menyinggung perasaan keluarga Ruyati maupun rakyat Indonesia. Gumilar mengungkapkan, proses seleksi, pengkajian, dan penetapan Raja Arab Saudi sebagai penerima gelar Doktor Honoris Causa sudah berlangsung tiga tahun lalu, sebelum kasus Ruyati terjadi.

“Prosesnya sudah lama. Tapi gelar itu belum diberikan, lantaran Raja Saudi sakit-sakitan terus,” ujar Gumilar. Baru belakangan ini Raja Saudi menjawab bisa menerima langsung gelar tersebut. Waktu pemberian penghargaan, kata Gumilar, ditentukan oleh pihak Raja Saudi sendiri.

“Ketika saya mendapat surat dari Sekretariat Negara Kerajaan Arab Saudi bahwa Raja bersedia menerima penghargaan itu, saya berada dalam simalakama. Mau memberi, momentumnya kurang bagus karena Ibu Ruyati dipancung, tapi kalau tidak jadi memberi, dianggap tidak menghormati,” ungkap Gumilar.

Tak punya kehormatan

Penjelasan panjang-lebar Rektor UI tersebut ditolak mentah-mentah oleh Rocky Gerung. “Sekali lagi, pemberian gelar harus disesuaikan dengan situasi terkini,” tegasnya. Jadi, kata dia, apabila alasan didasarkan pada kebaikan-kebaikan seseorang yang dilakukan di masa lampau, hal itu sangat tidak tepat.

“Kalau pertimbangannya dibuat tiga tahun lalu, maka setelah tiga tahun berlalu, harus dievaluasi lagi, apakah tokoh itu masih cukup terhormat untuk diberi gelar tersebut atau tidak,” kata Rocky.

“Saya kan tidak bisa memberikan gelar kehormatan kepada Kaisar Nero karena ia dinilai sebagai orang yang baik, bermutu, dan calon pemimpin besar di masa lalu, sedangkan beberapa tahun kemudian, ia berubah menjadi buas,” ujarnya.

Rocky menegaskan, gelar akademis diberikan bagi mereka yang berjasa bagi peradaban. “Universitas itu otonom, punya otoritas untuk mengevaluasi keadaan dunia. Kultur politik di Saudi jelas tak menghargai hak azasi manusia. Jadi apabila gelar itu tetap diberikan kepada Raja Saudi, UI tidak punya kehormatan,” kata dia.(np)

Nassar

Berduka Atas Meninggalnya Ayah Nassar, Inul Daratista Beri Doa Terbaik

Rekan-rekan artis Nassar ikut merasa berduka, salah satunya adalah Inul Daratista.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024