Rektor UI Bicara Pemberian Gelar Raja Saudi

Rektor UI Gumilar R Somantri
Sumber :
  • Antara/ Benny S Butarbutar

VIVAnews – Rektor Universitas Indonesia, Gumilar Rosliwa Sumantri, menegaskan bahwa pemberian gelar Doktor Honoris Causa Bidang Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan Teknologi kepada Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Azis, sudah sesuai prosedur.

Pemberian gelar itu sebelumnya dikecam banyak kalangan karena dinilai tidak peka dengan perasaan rakyat Indonesia yang terluka akibat kasus pemancungan Ruyati, Tenaga Kerja Indonesia asal Bekasi, di Arab Saudi beberapa waktu lalu. Sejumlah Guru Besar, dosen, dan mahasiswa UI bahkan berencana berkumpul di Fakultas Ekonomi UI guna menolak pemberian gelar tersebut.

Menanggapi derasnya kecaman itu, Rektor UI kemudian membeberkan prosedur pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada Raja Arab Saudi itu. “Pemberian gelar itu sudah melewati proses lazim, dan sesuai dengan prosedur operasi standar di UI,” kata Gumilar ketika dihubungi VIVAnews, Jumat, 2 September 2011.

Gumilar mengemukakan, seseorang bisa mendapat gelar Honoris Causa dari UI apabila diusulkan, baik oleh warga biasa, mahasiswa, dosen, dekan, guru besar, dan lain-lain. Usulan bisa datang dari siapa saja. Usulan-usulan tersebut, papar Gumilar, selanjutnya akan masuk ke Komite 8. “Komite 8 ini terdiri dari para guru besar dari berbagai disiplin ilmu. Merekalah yang akan menyeleksi apakah usulan-usulan itu layak atau tidak,” ujarnya.

“Jika usulan dinilai tidak layak, maka akan mental. Jika dianggap layak, maka akan dikaji lebih dalam lagi,” tutur Gumilar. Komite 8 itu bukan satu-satunya tim yang terlibat dalam memutuskan pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada seseorang. “Sesudah mengkaji dan merasa seorang kandidat pantas diberi gelar, maka Komite 8 akan meminta pendapat ke-2 dari Tim 5,” kata dia.

Tim 5 tersebut juga terdiri dari para guru besar dan ahli. Apabila Tim 5 menolak kandidat yang diajukan Komite 8, maka pemberian gelar pun tidak dapat dilakukan. “Tapi, jika kedua tim sepakat kandidat itu layak, maka mereka menyusun alasan bersama-sama terkait alasan mengapa kandidat tersebut layak diberi gelar,” terang Gumilar.

Alasan-alasan itu disusun rapi mirip buku, lengkap dengan profil dan jasa-jasa si kandidat. “Itulah yang kemudian diusulkan ke Rektor,” kata Gumilar. Selanjutnya, kata dia, Rektor akan mengirim surat kepada kandidat terkait, apakah dia bersedia atau tidak menerima gelar.

“Jadi dari segi prosedur, penetapan Raja Arab Saudi sebagai penerima gelar Doktor Honoris Causa, sudah sesuai prosedur. Dia diusulkan sejumlah profesor dan dosen, dikaji oleh Komite 8, dan sudah ada opini kedua dari Tim 5,” jelas Gumilar. Ia menambahkan, semua proses itu sebetulnya sudah berlangsung tiga tahun lalu, sebelum kasus Ruyati terjadi.

“Jadi prosesnya sudah lama, jauh sebelum Ibu Ruyati dipancung. Tapi, gelar itu belum diberikan, lantaran Raja Saudi sakit-sakitan terus,” kata Gumilar. Ia menjelaskan, Raja Saudi dianggap layak menerima gelar karena dia aktif mendorong perdamaian Israel dengan palestina.

“Dia juga termasuk raja yang sangat terbuka, dan aktif dalam Interfaith Dialogue, dialog antariman, yang melibatkan Islam, Kristen, Yahudi, dan agama-agama lain. Jadi kalau melihat rasionalitasnya, raja ini layak,” ujar Gumilar. (kd)

Nikah Beda Agama, 5 Artis Ini Jalankan Puasa Ramadhan Tanpa Pasangan
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri

KPK: Sahroni Sudah Kembalikan Aliran Dana Rp 40 Juta dari SYL yang Mengalir ke Nasdem

Dalam kasus dakwaan gratifikasi yang menjerat Syahrul Yasin Limpo (SYL) tercatat ada aliran dana mengalir ke partai nasdem.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024