Memburu Bayang Joko Tjandra, Buron Bank Bali

Para daftar buronan kasus BLBI.
Sumber :
  • kejaksaan.go.id

VIVAnews – Belum tiga bulan Muhammad Nazaruddin menjadi buron KPK, tapi sudah berhasil ditangkap dan dikembalikan ke tanah air. Sementara Joko Tjandra, terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, sudah dua tahun menjadi buron Kejaksaan Agung, dan sampai saat ini belum juga tertangkap. Padahal ia telah diputus dua tahun penjara oleh Mahkamah Agung.

6 Pemain yang Bisa Didatangkan Inter Milan, dari Juara Serie A hingga Penantang Liga Champions

Kasus cessie Bank Bali yang menjerat Joko Tjandra, berawal pada 11 Januari 1999. Ketika itu, disusun perjanjian pengalihan tagihan piutang antara Bank Bali yang diwakili oleh Rudy Ramli dan Rusli Suryadi, dengan Joko Soegiarto Tjandra selaku Direktur PT Persada Harum Lestari, mengenai tagihan utang Bank Bali terhadap Bank Tiara sebesar Rp38 miliar. Pembayaran utang kepada Bank Bali diputuskan dilakukan selambat-lambatnya pada tanggal 11 Juni 1999.

Selain soal tagihan utang Bank Bali terhadap Bank Tiara, disusun pula perjanjian pengalihan tagihan utang antara Bank Bali dengan Joko Tjandra mengenai tagihan piutang Bank Bali terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) dan Bank Umum Nasional (BUN) sebesar lebih dari Rp798 miliar. Pembayaran utang kepada Bank Bali diputuskan dilakukan selambat-lambatnya 3 bulan setelah perjanjian itu dibuat. Untuk perjanjian tagihan utang yang kedua ini, Joko Tjandra berperan selaku Direktur PT Era Giat Prima.

Oleh karena itu, perjanjian pengalihan tagihan utang kedua itu ditandatangani oleh Direktur Utama PT EGP, Setya Novanto. Sementara tanda tangan dari pihak Bank Bali diwakili oleh Direktur Utama Bank Bali, Rudy Ramli, dan Direktur Bank Bali, Firman Sucahya. Melalui perjanjian tersebut, Bank Bali menjual seluruh tagihan pinjaman antarbanknya di BDNI, BUN, dan Bank Bira senilai Rp3 triliun, kepada PT EGP. BDNI dan BUN sendiri telah dilikuidasi pada tahun 2008.

Delapan bulan kemudian, 27 September 1999, cessie Bank Bali itu mulai diusut Kejaksaan Agung, berdasarkan laporan Direktur Tindak Pidana Korupsi Bismar Mannu kepada Jaksa Agung. Hanya dua hari berselang, 29 September 1999, Joko Tjandra ditahan oleh Kejaksaan. Ia berada dalam tahanan Kejaksaan sampai 8 November 1999.

Tanggal 9 November 1999 sampai 13 Januari 2000, Joko Tjandra keluar dari bui. Namun ia tetap berstatus tahanan kota Kejaksaan. Tanggal 14 Januari sampai 10 Februari 2000, Joko Tjandra kembali ditahan oleh Kejaksaan. Tanggal 9 Februari 2000, kasus cessie Bank Bali diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan Joko Tjandra sebagai terdakwa.

Sehari sesudah pengajuan kasus Bank Bali ke PN Jaksel, yaitu 10 November 2000, Joko Tjandra kembali menghirup udara bebas sebagai tahanan kota, berdasarkan ketetapan Wakil Ketua PN Jaksel. Tanggal 6 Maret 2000, hakim PN Jaksel dalam putusan selanya menyatakan, dakwaan jaksa terhadap kasus Joko Tjandra tidak dapat diterima. Ia pun dilepaskan dari tahanan kota, sementara jaksa mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi.

Tanggal 31 Maret 2000, permohonan banding jaksa dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pengadilan Tinggi kemudian memerintahkan PN Jaksel memeriksa dan mengadili Joko Tjandra. Bulan April 2000, Joko Tjandra mulai disidang sebagai sebagai Direktur Utama PT EGP. Ia didakwa Antasari Azhar – saat itu Jaksa Penuntut Umum – melakukan tindak pidana korupsi dalam cessie Bank Bali.

Fakta persidangan menunjukkan, cessie tersebut telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp904 miliar. Joko Tjandra dituntut hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, dan membayar denda Rp30 juta. Uang milik PT EGP sebesar Rp546 miliar yang berada di akun Bank Bali, juga diperintahkan untuk dikembalikan kepada negara.

Namun tanggal 28 Agustus 2000, majelis hakim memutuskan Joko Tjandra lepas dari segala tuntutan. Mereka menyatakan, dakwaan JPU terhadap Joko Tjandra terbukti secara hukum. Tapi perbuatan Joko Tjandra dinilai bukan merupakan perbuatan pidana, melainkan perbuatan perdata. Akibatnya, Joko Tjandra bebas.

JPU Antasari pun mengajukan kasasi pada 21 September 2000. Tanggal 26 Juni 2001, melalui voting, Majelis Hakim Agung MA melepas Joko Tjandra dari segala tuntutan. Mekanisme voting diambil karena ada perbedaan pendapat antarhakim.

Tanggal 12 Juni 2003, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan meminta Bank Permata yang merupakan reinkarnasi Bank Bali, untuk menyerahkan uang sebesar Rp546 miliar milik PT EGP, seperti yang sebelumnya diperintahkan persidangan. Namun direksi Bank Permata justru mengirim surat ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) guna meminta petunjuk.

Tanggal 17 Juni 2003, direksi Bank Permata juga meminta fatwa MA atas permintaan Kejari Jaksel tersebut. Dua hari berselang, 19 Juni 2003, BPPN pun meminta fatwa MA, dan meminta MA menunda eksekusi penyerahan uang Rp546 miliar itu. Tak lama kemudian, 25 Juni 2003, turun fatwa MA yang menyatakan, MA tidak dapat ikut campur atas eksekusi Kejari Jaksel.

Tanggal 1 Juli 2003, Antasari Azhar yang saat itu telah menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, menyatakan BPPN menghambat proses hukum yang tengah dijalankan Kejaksaan selaku eksekutor. Tanggal 2 Maret 2004, Kejari Jaksel memanggil Direktur Utama Bank Permata, Agus Martowardojo, terkait rencana eksekusi pencairan dana Rp546 miliar milik PT EGP yang dipunyai oleh Djoko Tjandra dan Setya Novanto.

Lima tahun kemudian, Oktober 2008, Kejaksaan Agung mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus cessie Bank Bali. Joko Tjandra pun kembali diajukan sebagai terdakwa ke MA. Sembilan bulan kemudian, 11 Juni 2009, MA memutuskan menerima PK yang diajukan jaksa. Joko Tjandra harus menghadapi hukuman 2 tahun penjara dan membayar denda Rp15 juta. Uang Djoko Rp546 miliar di Bank Permata pun disita negara.

Dicekal, Tapi Sudah Raib

Joko Tjandra pun dicekal oleh pihak imigrasi. Ia tidak boleh bepergian ke luar negeri. Tapi ketika hendak dieksekusi dan dijemput ke rumahnya oleh Kejaksaan, ia tidak ada. Setelah dipanggil ulang Kejaksaan dan dia tidak juga bersikap kooperatif, maka ia dinyatakan buron. Joko Tjandra diduga telah bersembunyi di Singapura sebelum surat pencekalan atas dirinya keluar.

Muchdor, Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM saat itu mengatakan, Joko Tjandra tidak ditemukan melintasi titik perbatasan imigrasi di Indonesia. “Sejak 11 Juni 2009, daftar cekal Joko Tjandra langsung kami sebarkan ke seluruh titik perlintasan imigrasi di Indonesia.

Kejaksaan sendiri mengaku tidak tahu di mana Joko Tjandra berada. “Kami terima surat Joko dari Singapura melalui DHL. Tapi tidak tahu dia ada di mana,” kata Kepala Kejari Jaksel, Setia Untung. Untuk mencegah Joko Tjandra keluar dari Singapura, Jaksa Agung Hendarman Supandji bahkan meminta paspor yang bersangkutan dibekukan.

Namun sampai hari ini, Djoko Tjandra tak juga tertangkap. Selain disebut berada di Singapura, ia juga sempat dikabarkan berada di Papua Nugini. Upaya pengejaran terhadap dirinya yang terbaru, diungkapkan pada tanggal 17 Maret 2011 oleh Jaksa Agung Basrief Arief. Menurutnya, Indonesia melalui Kejaksaan Agung telah mengajukan permintaan bantuan hukum timbal balik kepada Singapura, untuk melokalisir keberadaan Joko Tjandra.

“Hal itu dilakukan guna melokalisir apakah yang bersangkutan pernah memasuki wilayah tersebut, dan menyimpan aset-asetnya di negara itu,” kata Basrief. (umi)

Anang Hermansyah dan Ghea Indrawari

Pertanyakan Ghea Indrawari yang Belum Menikah, Anang Hermansyah Dihujat Netizen

Anang Hermansyah mulanya menanyakan berapa usia Ghea Indrawari. Suami Ashanty tersebut nampak keheranan karena sampai kini Ghea Indrawari belum punya pasangan.

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024