Nasib Whistle Blower

Agus Condro
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVAnews - Persoalan pelapor korupsi yang juga adalah pelaku menjadi perhatian khusus Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Mereka mendatangi Mahkamah Agung. Membahas mengenai perlakuan terhadap pelapor dan pelaku korupsi.

Secara umum, kedatangan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum ke Mahkamah Agung ini untuk membicarakan soal perlindungan bagi orang-orang yang masuk kategori whistle blower dan membahas pencegahan mafia hukum.

"Salah satunya soal bagaimana melakukan perlindungan terhadap pelapor pelaku seperti dalam kasus Agus Condro," kata anggota Satgas, Mas Achmad Santosa Rabu 6 Juli 2011.

Usai pertemuan dengan pimpinan Mahkamah Agung, Ketua Satgas, Kuntoro Mangkusubroto, menyatakan, "Jadi perlu dipikirkan penanganan khusus untuk mereka yang melakukan tetapi juga melaporkan."

Menurut Kuntoro, pelapor pelaku seharusnya mendapatkan hukuman yang lebih ringan dibandingkan yang lain. "Sekarang ini kan masih belum dibedakan antara pelaku dan pelaku pelapor. Anda bisa lihat hukuman Agus Condro kan hanya beda sedikit, 2 bulan. Tentunya dalam pembahasan nanti hukuman yang diberikan kepada Agus Condro mesti jauh lebih ringan dibandingkan yang lain," ujarnya.

Satgas dan MA juga sangat serius melihat masalah ini karena kasus besar itu tidak akan terbuka kalau tidak ada pelaku pelapor seperti Agus Condro. "MA juga positif sekali menanggapi ini," tutur dia.

Menurut Satgas, MA mendukung penuh rencana mengefektifkan Pasal 10 UU Perlindungan Saksi dan Korban. Ketua MA akan menyampaikan dukungannya pada acara seminar Internasional yang digagas Satgas PMH bersama LPSK dan PPATK pada 19 Juli, kemudian hasil pertemuan tersebut akan dibuat dalam bentuk inpres.

Pasal 10 UU Perlindungan Saksi dan Korban mengatur, (1) Saksi, Korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya. (2) Seorang Saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan. Dan (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap Saksi, Korban, dan pelapor yang memberikan keterangan tidak dengan itikad baik.

Mas Achmad Santosa menambahkan, justice collaborator ini juga diakui dalam 2 konvensi internasional. Satgas dan LPSK, lanjut pria yang akrab disapa Ota itu, berencana mengajukan amandemen terhadap Pasal 10 UU PSK tersebut. Sambil menunggu, Satgas berharap ada aturan perantara seperti Surat Keputusan Bersama antara MA, Jaksa Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kapolri, dan LPSK. "Jadi dengan adanya aturan tersebut, perlindungan terhadap pelaku pelapor dapat segera dilaksanakan. Karena selama ini belum pernah terlaksana," ujarnya.

Dalam pertemuan ini, Satgas juga menyampaikan mengenai rencana-rencana aksi yang sudah diterbitkan dalam bentuk Inpres nomor 9 tentang pemberantasan korupsi untuk bisa diimplementasikan bersama-sama dengan lembaga-lembaga lain. "Beliau juga tadi sempat menyinggung masalah penangkapan hakim. Tetapi tadi tidak secara khusus dibahas," jelasnya.

Ota mengakui, keterlibatan Satgas dalam kasus pelaku pelapor ini terinspirasi dari kasus cek pelawat dengan terdakwa Agus Condro dan kasus pencucian uang PT Asian Agri Group (AAG) dengan terpidana Vincentius Amin Susanto. "Keduanya adalah pelaku dan pelapor dari kasusnya, tapi masih diperlakukan sama dengan pelaku lainnya," jelas Ota.

Menurut Ota, Agus Condro dan Vincent pantas mendapat hukuman lebih rendah dibanding yang telah mereka terima saat ini. Karena, mereka telah membantu dalam membongkar kasusnya masing-masing.

Kasus Cek Pelawat
Kasus cek pelawat paska pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia ini telah menjerat sebanyak 30 anggota DPR periode 1999-2004. Kasus ini dibongkar Agus Condro pada akhir 2008. Dia mengaku menerima cek pelawat senilai Rp500 juta usai pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang saat itu dimenangkan Miranda Swaray Goeltom.

Selama penyidikan, KPK terlebih dahulu menjerat empat politisi. Sedangkan Agus Condro menjadi tersangka bersama dengan 26 anggota DPR periode 1999-2004.

Selama persidangan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah memintakan keringanan hukuman bagi Agus Condro Prajitno. LPSK langsung mengirimkan surat permohonan kepada Hakim, Jaksa, dan Komisi Yudisial.

Permohonan tersebut diajukan karena sesuai Pasal 10 ayat (2) UU PSK, Agus Condro termasuk pihak yang berhak mendapatkan keringanan hukuman.  "Saksi maupun korban tidak bisa dibebaskan dari hukuman jika terbukti secara sah dan meyakinkan. Tapi, LPSK dapat mengajukan keringanan," jelas LPSK.

Permohonan ini 'sedikit' berhasil. Karena Agus Condro memang dituntut jaksa lebih ringan dibanding terdakwa lainnya. Jaksa Penuntut Umum meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara bagi Agus Condro, dan denda Rp50 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Agus dituntut hukuman lebih ringan dibanding tiga terdakwa lainnya dari PDI Perjuangan, yakni Max Moein, Rusman Lumbantoruan, dan Williem Max Tutuarima, yang disidangkan dalam berkas perkara yang sama. Menurut Jaksa, pertimbangan ini lantaran tidak ada hal yang memberatkan bagi terdakwa Agus.

Kemudian, pada 16 Juni 2011, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Agus Condro selama 15 bulan penjara. Hukuman ini pun lebih rendah dibanding terdakwa lainnya.

Hukuman Agus Condro ini lebih ringan dibanding Max Moein, Rusman Lumbantoruan, dan Williem Max Tutuarima. Agus hanya divonis 15 bulan penjara. Sedangkan Max Moein dan Rusman divonis 20 bulan penjara, serta William divonis 18 bulan penjara. Empat politisi PDI Perjuangan itu juga mendapat tambahan hukuman berupa denda masing-masing Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan.

Hukuman Agus Condro ini juga lebih ringan dibanding hukuman Panda Nababan yang divonis 17 bulan penjara.

Majelis hakim menilai tidak ada hal yang memberatkan bagi Agus Condro. Sedangkan tiga terdakwa lainnya dinilai tidak menyesali perbuatannya dan tidak mengembalikan uang yang diterima usai pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.

Majelis hakim menilai tidak ada hal yang memberatkan bagi Agus Condro. Dia mendapat keringanan hukuman karena dinilai telah menyesali perbuatannya menerima cek pelawat tersebut dan menyerahkannya ke penegak hukum. "Terdakwa telah membantu mengungkap kasus ini," jelas hakim.

Hukuman Agus Condro lebih ringan dibanding dengan terdakwa yang berasal dari Golkar dan PPP yang divonis 16 bulan penjara.

Kasus Asian Agri
Kasus pencucian uang dan penggelapan pajak PT Asian Agri ini menjadi salah satu perhatian Satgas. Pasalnya, Satgas mencium ada indikasi mafia hukum dalam perkara dengan terdakwa Vincentius Amin Sutanto.

"Hanya sekitar kurang dari setahun kasus ini putus dari tingkat pertama hingga kasasi," kata juru bicara Satgas Denny Indrayana usai menemui Vincent di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang Jakarta, Rabu 17 Februari 2010.

Penanganan kasus yang sangat cepat, kata dia, jadi indikasi Vincent merupakan saksi kunci dalam kasus penggelapan pajak yang diduga mencapai 1,3 triliun rupiah.

Sebagai saksi kunci, Vincent pun menerima ancaman dari berbagai pihak. "Kami inisiatif meneliti apa benar ada ancaman itu," kata dia.
 
Dia berharap kasus tersebut segera tuntas seiring pengusutan Satgas. Menurut anggota Satgas lainnya, Mas Ahmad Santosa, kasus penggelapan pajak sendiri saat ini masih bolak-balik antara Ditjen Pajak dengan Kejaksaan Agung. "16 kali."

Upaya Vincent untuk mendapat keadilan pun pupus pada tingkat Peninjauan Kembali. Mahkamah Agung menolak permohonan Vincent, dan dia pun harus tetap dihukum selama 11 tahun penjara sesuai dengan putusan kasasi.

Putusan Kasasi itu sendiri dijatuhkan MA pada April 2008. Dalam putusannya, MA menghukum mantan Manajer PT Asian Agri itu pidana penjara 11 tahun dan denda Rp150 juta. Selain itu, Vincent diperintahkan untuk mengembalikan barang bukti uang Rp28,337 miliar kepada PT Asian Agri milik Sukanto Tanoto.

MA menilai Vincent terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang dan pemalsuan surat di PT Asian Agri. Vincent adalah pembobol rekening PT Asian Agri di Bank Fortis Singapura Rp28 miliar.

Vincent kemudian melarikan diri dari kejaran perusahaan dan mengancam akan membongkar penggelapan pajak yang dilakukan PT Asian Agri jika ia tidak dibebaskan.

Vincent sempat jadi fokus pemberitaan saat Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum mengunjungi yang bersangkutan di Lembaga Pemasyarakatan Narkoba Cipinang, Jakarta Timur. Satgas mencurigai adanya mafia dalam penanganan perkara Vincent. Saat itu, Satgas membantah jika pengusutan ini bermuatan politis.

Vincent pun kembali harus berurusan dengan kasus serupa. Namun, kali ini dia menjadi saksi terkait kasus yang diduga melibatkan mantan Manajer Pajak Asian Agri, Suwir Laut.

Dalam kesaksiannya, Vincent mengatakan, setiap tahunnya, Asian Agri selalu melaksanakan pertemuan perencanaan untuk menghemat pembayaran pajak yang harus dibayarkan.

"Saya tidak mengetahui angka detilnya, tapi berdasarkan target pertemuan, jumlah yang dihemat 70 juta dolar per tahun," kata Vincent di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 28 April 2011.

Menurut Vincent, salah satu jalan untuk melakukan penghematan yaitu dengan pembukuan fiktif. Vincent mencontohkan, salah satunya dengan cara memasukkan biaya pemotongan rumput sebagai biaya pokok produksi perusahaan.

"Biaya lapangan menjadi biaya produksi. Biaya pemotongan rumput dan lain-lain dimasukan ke harga pokok. Tujuannya adalah melakukan pembukuan fiktif," terang Vincent.

Manipulasi juga dilakukan dengan cara membuat laporan keuangan selalu terlihat kurang mendapatkan untung. "Tiap kali selalu rugi. Kepala , Marketing kok tidak dipecat. Kerugiannya sampai pada puluhan juta dollar. Ini karena sebenarnya untung," jelasnya. (eh)

5 Makanan yang Bisa Menurunkan Kadar Gula Darah untuk Penderita Diabetes
Ilustrasi membersihkan wajah.

Jangan Asal Obati, Ini Cara Membedakan Antara Jerawat Purging dan Breakout

Munculnya jerawat bisa karena bermacam-macam alasan, namun yang paling sering dibicarakan adalah jerawat purging dan breakout yang terjadi karena reaksi kulit terhadap sk

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024