UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2005
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2006
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden mengajukan Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2006 untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah;
b. bahwa APBN Tahun Anggaran 2006 disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan Negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan Negara dalam rangka mendukung terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
c. bahwa penyusunan APBN Tahun Anggaran 2006 berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 2006 dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat;
d. bahwa pembahasan rancangan undang-undang APBN dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah sesuai dengan Surat Keputusan DPD Nomor 19/DPD/2005 tanggal 15 September 2005;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23 ayat (1) dan (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (1), (2), (3) dan (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);
4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4134);
5. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151);
6. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236);
7. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
8. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301).
9. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
10. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
11. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
12. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
13. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
14. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006.
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
(1) Anggaran belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c terdiri dari :
a. Belanja pegawai;
b. Belanja barang;
c. Belanja modal;
d. Pembayaran bunga utang;
e. Subsidi;
f. Belanja hibah;
g. Bantuan sosial;
h. Belanja lain-lain.
(2) Rincian anggaran belanja pemerintah pusat tahun anggaran 2006 menurut
organisasi/bagian anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), menurut
fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), dan menurut jenis belanja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Presiden yang menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini
selambat-lambatnya tanggal 30 November 2005.
Pasal 8
(1) Perubahan rincian lebih lanjut dari anggaran belanja pemerintah pusat berupa:
a. pergeseran anggaran belanja:
(i) antarunit organisasi dalam satu bagian anggaran;
(ii) antarkegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut
merupakan hasil optimalisasi; dan/atau
(iii) antarjenis belanja dalam satu kegiatan.
b.perubahan anggaran belanja yang bersumber dari peningkatan penerimaan negara
bukan pajak (PNBP); dan
c. perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) sebagai akibat dari
luncuran PHLN; ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan sepanjang masih dalam satu propinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan
yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, atau dalam satu propinsi untuk
kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi.
(3) Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan antarpropinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan operasional yang
dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat maupun oleh instansi vertikalnya di
daerah.
(4) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) dilaporkan Pemerintah
kepada DPR sebelum dilaksanakan dan dilaporkan pelaksanaannya dalam APBN
Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran Tahun Anggaran 2006.
Pasal 15
Dalam hal terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran Tahun Anggaran 2006 ditampung pada pembiayaan perbankan dalam negeri dan dapat digunakan sebagai dana talangan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal, 18 Nopember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 133
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2005
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2006
I. UMUM
Sebagai perwujudan dari amanat konstitusi yang digariskan dalam Pasal 23 ayat (1) Undang?Undang Dasar 1945, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2006, yang merupakan pelaksanaan kebijakan fiskal dalam fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi, disusun berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Sesuai dengan ketentuan yang digariskan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tersebut, penyusunan APBN Tahun Anggaran 2006 berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Kerangka Ekonomi Makro, dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2006 sebagaimana telah dibahas dan disepakati bersama dalam Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2006 antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Sejalan dengan perkembangan keadaan, dan untuk mewujudkan transparansi, akuntabilitas publik, serta prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance), APBN Tahun Anggaran 2006 memiliki landasan hukum yang lebih kokoh. Hal ini berkaitan dengan telah diterbitkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dalam ketiga undang-undang dimaksud ditetapkan berbagai ketentuan baru, yang sekaligus merupakan penyempurnaan dan perubahan yang bersifat mendasar terhadap ketentuan-ketentuan dan tata cara dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Penyempurnaan dan perubahan dimaksud di samping sejalan dengan upaya menerapkan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan yang sehat di lingkungan pemerintahan, juga dimaksudkan untuk mengantisipasi dan mengimplementasi perubahan standar akuntansi pemerintahan yang mengacu kepada standar akuntansi pemerintahan yang berlaku secara internasional.
Sebagai piranti kebijakan fiskal, APBN Tahun Anggaran 2006 disusun untuk sejauh mungkin mengakomodasi aspirasi dan kehendak rakyat. Namun melihat berbagai perkembangan keadaan hingga saat ini, APBN Tahun Anggaran 2006 masih akan menghadapi banyak tantangan dan kendala, berkaitan dengan adanya kecenderungan inflasi yang terus naik, nilai tukar rupiah yang berfluktuasi dan cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat, serta perkembangan harga minyak mentah di pasar internasional yang masih tetap tinggi. Karena itu, untuk menjaga stabilitas ekonomi makro, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran 2006 diupayakan untuk menurunkan defisit anggaran, dan sekaligus mengurangi tingkat rasio stok utang terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam kerangka menjaga kesinambungan fiskal (fiscal sustainability).
Dengan arah kebijakan fiskal dimaksud, serta mempertimbangkan berbagai tantangan dan kendala sebagaimana dikemukakan di atas, maka penyusunan APBN Tahun Anggaran 2006 diarahkan untuk mendukung pelaksanaan agenda pembangunan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 sebagai penjabaran Visi dan Misi Presiden terpilih dalam Pemilu Presiden pada tahun 2004, yaitu:
a. Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai;
b. Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis; dan
c. Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat.
Di samping itu, penyusunan APBN Tahun Anggaran 2006 juga diarahkan untuk mengatasi masalah-masalah mendasar yang menjadi prioritas pembangunan, yaitu: (a) penanggulangan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan; (b) peningkatan kesempatan kerja, investasi, dan ekspor; (c) revitalisasi pertanian dan perdesaan; (d) peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan; (e) penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan reformasi birokrasi; (f) penguatan kemampuan pertahanan, pemantapan keamanan dan ketertiban serta penyelesaian konflik; serta (g) rehabilitasi dan rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Nias, Sumatera Utara.
Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pendidikan, Pemerintah secara bersungguh-sungguh telah mengusahakan terpenuhinya amanat pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 49 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun mengingat kemampuan keuangan negara pada tahun 2006, maka peningkatan anggaran pendidikan belum dapat memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN, dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003. Di samping itu Pemerintah telah pula memahami putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011/PUU-III/2005 tentang Pengujian Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 tanggal 19 Oktober 2005 dan putusan Nomor 012/PUU-III/2005 tentang pengujian Undang-undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2005 terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta akan menjadikannya sebagai dasar rujukan bagi pelaksanaan anggaran pendidikan selanjutnya.
Dengan memperhatikan faktor eksternal dan stabilitas ekonomi makro, membaiknya pola dan kualitas pertumbuhan, meningkatnya peran investasi yang didukung oleh perbaikan infrastruktur, kebijakan perbaikan iklim investasi, dan perbaikan ekspor, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 2006 diperkirakan akan mencapai sekitar 6,2 persen. Sementara itu, melalui kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang terkoordinasi, nilai tukar rupiah diperkirakan akan berada pada kisaran Rp9.900 per dolar Amerika Serikat. Proyeksi ini didasarkan atas perkiraan membaiknya investasi portofolio, perkiraan meningkatnya nilai ekspor, serta makin baiknya koordinasi kebijakan fiskal dan moneter dalam menjaga kestabilan nilai tukar. Sejalan dengan itu, laju inflasi diperkirakan dapat dikendalikan pada kisaran 8,0 persen, sedangkan rata-rata suku bunga SBI-3 bulan diperkirakan berada pada kisaran 9,5 persen. Di lain pihak, dengan mempertimbangkan pertumbuhan permintaan minyak dunia yang tetap kuat, terutama Amerika Serikat dan Cina, serta ketergantungan pasokan minyak dunia terhadap OPEC yang relatif tinggi, maka rata-rata harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional dalam tahun 2006 diperkirakan akan berada pada kisaran US$57,0 per barel, sedangkan tingkat produksi (lifting) diperkirakan sekitar 1,050 juta barel per hari. Penetapan asumsi-asumsi dalam tahun 2006 telah mempertimbangkan secara sungguh-sungguh masukan yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Daerah dalam rangka penyusunan APBN 2006.
Selanjutnya, dalam upaya untuk menurunkan defisit APBN, dan mengurangi tingkat rasio stok utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) guna mencapai kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), akan dilakukan langkah-langkah untuk meningkatkan penerimaan negara, terutama dari sektor perpajakan, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) termasuk dari deviden BUMN, mengendalikan dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan anggaran belanja negara, serta mengoptimalkan pengelolaan sumber-sumber pembiayaan anggaran.
Sehubungan dengan itu, dalam rangka meningkatkan rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB (tax ratio), dan sekaligus meningkatkan efektivitas pemungutan pajak, menegakkan asas keadilan, dan meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak, kebijakan perpajakan dalam tahun 2006 akan lebih dititikberatkan pada upaya-upaya sebagai berikut. Pertama, melakukan reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan melalui: (i) amandemen Undang-undang Perpajakan (UU PPh, UU PPN dan PPnBM, serta UU KUP) dan menyempurnakan peraturan pelaksanaannya; (ii) melanjutkan ekstensifikasi perpajakan, dengan antara lain membentuk dan menyempurnakan bank data dan Nomor Identitas Tunggal (Single Identity Number/SIN), serta menyempurnakan program pemetaan secara elektronik (e-mapping) dan pemetaan yang dapat memberikan informasi secara detil (smart mapping); dan (iii) melanjutkan intensifikasi penerimaan pajak, antara lain dengan melanjutkan pengembangan pelaksanaan pembukuan secara elektronik (e-filling), pendaftaran secara elektronik (e-registration), pembayaran secara elektronik (e-payment), dan konsultasi dalam rangka pengawasan secara elektronik (e-councelling). Kedua, melakukan reformasi kebijakan dan administrasi kepabeanan dan cukai, yang meliputi langkah-langkah kegiatan: (i) Amandemen Undang-undang Tentang Kepabeanan, dan Amandemen Undang-undang tentang Cukai, serta penyempurnaan peraturan pelaksanaannya; dan (ii) melanjutkan reformasi administrasi kepabeanan dan cukai, yang meliputi kegiatan: memberikan fasilitasi perdagangan, meningkatkan pemberantasan tindak pidana penyelundupan dan pemberitahuan nilai yang lebih rendah dari nilai transaksi (under valuation), meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait (stakeholder), serta meningkatkan profesionalisme dan integritas pegawai.
Penerimaan perpajakan meliputi pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, bea masuk, pajak/pungutan ekspor, dan pajak lainnya sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Sementara itu, kebijakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) akan lebih dititikberatkan pada upaya-upaya perbaikan sistem administrasi, antara lain melalui: (i) penyusunan peraturan perundang-undangan PNBP, serta evaluasi dan penyempurnaan tarif di bidang PNBP; dan (ii) melakukan verifikasi besaran PNBP dan penegakan hukum (law enforcement) di bidang PNBP. Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, seluruh penerimaan PNBP yang diperoleh oleh kementerian/lembaga harus disetorkan terlebih dahulu ke kas negara. Penggunaan kembali dana PNBP tersebut oleh kementerian/lembaga, harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Menteri Keuangan selaku bendaharawan umum negara.
Di bidang belanja pemerintah pusat, fokus kebijakan untuk tahun 2006 akan lebih diarahkan pada: pertama, pemisahan secara jelas kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, khususnya yang berkaitan dengan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Kedua, penajaman prioritas alokasi anggaran yang lebih ditujukan antara lain untuk: (i) memperbaiki pendapatan dan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunannya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara; (ii) meningkatkan efektivitas pengadaan barang dan jasa dalam rangka pelayanan publik; (iii) menyediakan sarana dan prasarana pembangunan yang memadai untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi, peningkatan kesejahteraan rakyat, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan pengangguran; (iv) mengurangi beban pembayaran bunga utang pemerintah; (v) mengarahkan pemberian subsidi agar lebih tepat sasaran; (vi) mengarahkan belanja bantuan sosial yang dapat langsung membantu meringankan beban masyarakat miskin dan masyarakat yang tertimpa bencana nasional; serta (vii) meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan desentralisasi fiskal. Ketiga, peningkatan manajemen belanja negara dengan antara lain: (i) memantapkan pelaksanaan penyatuan anggaran rutin dan pembangunan (unified budget); (ii) mempersiapkan penerapan penyusunan anggaran belanja dalam kerangka pengeluaran berjangka menengah (medium term expenditure framework/MTEF); serta (iii) mempersiapkan penyusunan anggaran berbasis kinerja.
Dalam tahun 2006, Pemerintah akan mengkaji kembali kebijakan di bidang pertanian dan ketahanan pangan serta subsidi khususnya di bidang pertanian, seperti subsidi pangan, subsidi pupuk, dan subsidi benih. Hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan untuk menyusun konsep kebijakan di bidang pertanian dan subsidi secara komprehensif untuk mendukung program revitalisasi pertanian dan dalam upaya memberdayakan dan mensejahterakan petani dan masyarakat miskin. Kebijakan subsidi secara komprehensif di bidang pertanian diharapkan dapat diimplementasikan dalam tahun 2007.
Di bidang belanja daerah, langkah-langkah kebijakan yang akan ditempuh dalam tahun 2006 diarahkan antara lain untuk: (i) mengurangi kesenjangan fiskal, baik antara Pemerintah Pusat dan Daerah (vertical fiscal imbalance), maupun antardaerah (horizontal fiscal imbalance); (ii) meningkatkan pelayanan publik; serta (iii) meningkatkan efisiensi sejalan dengan anggaran berbasis kinerja. Dalam hal ini, di bidang Dana Bagi Hasil (DBH), akan dilakukan langkah-langkah percepatan penetapan alokasi DBH melalui peningkatan koordinasi dan akurasi data, serta pelaksanaan proses penyaluran secara tepat waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sementara itu, berkaitan dengan Dana Alokasi Umum (DAU), akan dilakukan langkah-langkah peningkatan akurasi data dasar perhitungan DAU, sedangkan alokasi DAU ditetapkan sebesar 26,0 persen dari penerimaan dalam negeri bersih dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara.
Dalam hal Dana Alokasi Khusus, prioritas diberikan untuk: (i) membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar yang sudah merupakan urusan daerah; dan (ii) menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di wilayah pemekaran dan pesisir dan kepulauan, perbatasan dengan negara lain, tertinggal/terpencil, serta termasuk kategori daerah ketahanan pangan. Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang digunakan untuk mendanai urusan daerah dialihkan secara bertahap menjadi DAK. Pelaksanaan kebijakan tersebut diupayakan akan semakin ditingkatkan dalam tahun 2007. Sementara itu, prioritas alokasi DAK tahun 2006, ditetapkan masing-masing untuk bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, kelautan dan perikanan, pertanian, bidang prasarana pemerintahan, dan lingkungan hidup.
Penetapan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan desentralisasi fiskal dalam tahun 2006 juga telah mempertimbangkan masukan yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Daerah dalam rangka penyusunan APBN 2006.
Dengan berbagai langkah kebijakan di atas, dalam APBN Tahun Anggaran 2006 diperkirakan masih terdapat defisit anggaran, yang akan dibiayai dengan menggunakan sumber-sumber pembiayaan dari dalam dan luar negeri.
Dalam rangka menutup defisit anggaran tersebut, akan dilakukan langkah-langkah kebijakan guna memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah dan tingkat risiko yang dapat ditolerir. Langkah-langkah kebijakan di sisi pembiayaan dalam negeri tersebut akan ditempuh antara lain dengan: (i) menggunakan sebagian dana simpanan Pemerintah di Bank Indonesia; (ii) mengoptimalkan pengelolaan dan penjualan aset PT Perusahaan Pengelola Aset (persero); (iii) melanjutkan kebijakan privatisasi yang pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku di pasar modal; dan (iv) melakukan pengelolaan portofolio surat utang negara (SUN) melalui langkah-langkah pembayaran bunga dan pokok obligasi negara secara tepat waktu, penerbitan SUN dalam matauang rupiah dan matauang asing, serta pembelian kembali (buyback) obligasi negara.
Sementara itu, di sisi pembiayaan luar negeri, meliputi langkah-langkah yang ditempuh antara lain meliputi: (i) mengamankan pinjaman luar negeri yang telah disepakati dan rencana penyerapan pinjaman luar negeri, baik pinjaman program maupun pinjaman proyek; dan (ii) pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang sudah jatuh tempo. Dalam rangka membiayai pembiayaan defisit anggaran, Pemerintah akan mengedepankan prinsip kemandirian, dengan lebih memprioritaskan pendanaan yang bersumber dari dalam negeri. Pendanaan dari luar negeri akan dilakukan lebih selektif dan berhati-hati, dengan mengupayakan beban pinjaman yang paling ringan melalui penarikan pinjaman dengan tingkat bunga yang rendah dan tenggang waktu yang panjang, dan tidak mengakibatkan adanya ikatan politik, serta diprioritaskan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang produktif.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Penerimaan perpajakan sebesar Rp416.313.160.000.000,00 (empat ratus enam belas triliun tiga ratus tiga belas miliar seratus enam puluh juta rupiah) terdiri atas:
(dalam rupiah)
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara (BUMN) secara rata-rata dihitung berdasarkan 50 persen dari keuntungan bersih BUMN tahun yang lalu setelah dikenakan pajak, termasuk PT Pertamina (Persero).
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp205.292.276.162.000,00 (dua ratus lima triliun dua ratus sembilan puluh dua miliar dua ratus tujuh puluh enam juta seratus enam puluh dua ribu rupiah) terdiri atas:
(dalam rupiah)
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan hasil optimalisasi adalah hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dari suatu kegiatan yang target sasarannya telah dicapai. Hasil lebih atau sisa dana tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk meningkatkan sasaran ataupun untuk kegiatan lainnya dalam program yang sama.
Yang dimaksud dengan peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) adalah kelebihan realisasi penerimaan dari target yang direncanakan dalam APBN. Peningkatan penerimaan tersebut selanjutnya dapat digunakan oleh kementerian/lembaga penghasil sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan perubahan pagu Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) adalah peningkatan pagu PHLN sebagai akibat adanya luncuran pinjaman proyek dan hibah luar negeri yang bersifat multi years. Tidak termasuk dalam luncuran tersebut adalah PHLN yang belum disetujui dalam APBN tahun 2006 dan pinjaman yang bersumber dari kredit ekspor.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan dilaporkan Pemerintah kepada DPR sebelum dilaksanakan adalah dengan mengirimkan tembusan surat penetapan perubahan rincian/pergeseran anggaran dari Departemen Keuangan kepada DPR berdasarkan usulan kementerian/lembaga.
Yang dimaksud dengan dilaporkan pelaksanaannya dalam APBN Perubahan adalah untuk perubahan rincian/pergeseran yang dilakukan sebelum APBN Perubahan 2006 diajukan kepada DPR. Sedangkan yang dimaksud dengan dilaporkan pelaksanaannya dalam laporan keuangan pemerintah pusat adalah untuk perubahan rincian/pergeseran yang dilakukan sepanjang tahun 2006.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Alokasi dana otonomi khusus sesuai dengan ketentuan yang digariskan dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, untuk pembiayaan peningkatan pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu dana alokasi umum (DAU) secara nasional dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002.
Penyaluran dilakukan oleh Menteri Keuangan setiap triwulan, yaitu triwulan I sebesar 15 persen, triwulan II sebesar 30 persen, triwulan III sebesar 40 persen, dan triwulan IV sebesar 15 persen.
Mekanisme penyaluran ke kabupaten/kota dilaksanakan melalui Gubernur, yang difasilitasi oleh tim teknis yang dibentuk Pemerintah.
Ayat (3)
Dana penyesuaian dialokasikan kepada daerah tertentu yang menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya, yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan dan perekonomian negara.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp22.430.789.978.000,00 (dua puluh dua triliun empat ratus tiga puluh miliar tujuh ratus delapan puluh sembilan juta sembilan ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah) terdiri atas:
1. Pembiayaan dalam negeri sebesar Rp50.912.989.978.000,00 (lima puluh triliun sembilan ratus dua belas miliar sembilan ratus delapan puluh sembilan juta sembilan ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah) terdiri atas:
(dalam rupiah)
Pembiayaan perbankan dalam negeri berasal dari rekening Pemerintah di Bank Indonesia, baik rekening dana investasi (RDI) maupun rekening-rekening lainnya di luar RDI.
Jumlah rupiah penerbitan, pembayaran pokok, dan pembelian kembali surat utang negara diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
2. Pembiayaan luar negeri bersih sebesar negatif Rp28.482.200.000.000,00 (dua puluh delapan triliun empat ratus delapan puluh dua miliar dua ratus juta rupiah) terdiri atas:
(dalam rupiah)
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan standar akuntansi pemerintahan adalah standar akuntansi pemerintahan yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 32 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang pelaksanaannya diatur dalam Pasal 57 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Ayat (3)
Laporan keuangan yang diajukan dalam rancangan undang-undang sebagaimana yang dimaksud pada ayat ini adalah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah diperiksa oleh BPK dan telah memuat koreksi/penyesuaian (audited financial statements) sebagaimana diuraikan pada Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4571