Andi Arief

Pertamina, PLN, Bank Harus Siap Hadapi Gempa

Gempa di Kota Padang : Anak-anak
Sumber :
  • AP Photo/Achmad Ibrahim

VIVAnews – Gempa bumi berisiko menimbulkan kehancuran, tak terkecuali bagi dunia usaha. Peningkatan potensi gempa di Indonesia berarti pula peningkatan risiko usaha.

Kementan Lepas Ekspor Komoditas Perkebunan ke Pasar Asia dan Eropa

Staf Khusus Presiden Bidang Penanggulangan Bencana, Andi Arief mengatakan gempa juga menimbulkan risiko anggaran.

“Sebanyak Rp150 triliun dari APBN keluar untuk pembiayaan pasca bencana sejak peristiwa [gempa dan tsunami] Aceh,” kata dia dalam acara ‘Paparan Peta Bahaya Gempa Indonesia dan Pentingnya bagi Pemerintah dan Dunia Usaha’ di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin 16 Agustus 2010.

Cole Palmer Jadi Pusat Perhatian Jelang Man City vs Chelsea

Untuk mengurangi korban jiwa dan pembengkakan biaya, mitigasi memiliki fungsi yang sangat penting. Kata Andi, ini saatnya kita mempercayai sains. Dan kita sebenarnya mampu untuk itu.

“Malaysia bahkan mengirim tim ke Indonesia dalam rangka mendirikan pusat kegempaan. Ini ironi negara yang praktis tidak ada gempa membuat pusat kegempaan,” tambah dia.

Mayat Wanita 'Open BO' Ditemukan di Pulau Pari, Polisi Teliti Penyebabnya Lewat Cara Ini

Indonesia tak hanya belum memiliki pusat kegempaan, tapi juga belum memiliki peta mikrozonasi. Peta Gempa 2001 yang baru direvisi baru bersifat makrozonasi.

“Negara-negara yang menggunakan peta mikrozonasi sudah pernah mengalami gempa yang merusak misalnya Turki bahkan Filipina. Ini ternyata banyak membantu persiapan dan pasca bencana,” tambah dia.

Salah satu penyebab mengapa Indonesia belum memiliki peta mikrozonasi adalah Indonesia kekurangan pakar gempa. “Pakar gempa hanya 20 orang, bahkan yang meneliti gempa hanya 7, yang lain lari ke [sektor] batu bara, mungkin karena di sana lebih menguntungkan dan saat itu belum banyak gempa,” tambah dia.

Tak hanya itu. “Para ahli mengeluh, dari sekian luas Indonesia baru dua yang diteliti, sesar Lembang dan Sumatera – itupun untuk penelitian mengambil doktor. Beberapa daerah yang banyak gempa seperti Indonesia Timur tak ada. Ini ironi.”

Saat ini, jelas Andi Arief, harus ada perubahan paradigma. Kita tak lagi hanya memikirkan pascabencana, namun mitigasi untuk mengurangi risiko gempa.  Ke depan, “kemungkinan kota besar di Indonesia memiliki emergency plan, terutama pada bangunan yang sudah berdiri.”

Terutama untuk sektor perbankan, telekomunikasi, gedung pencakar langit.

Demikian juga untuk menyelamatkan berkas-berkas penting, mengantisipasi terjadinya bencana.

“Perusahaan-perusahaan di negara maju menyimpan arsip di luar negeri. Bank Mandiri sudah melakukannya, tapi di Kalimantan – masih berisiko jika jaringan internet rusak,” kata Andi Arief.

Pertamina, tambah dia, harus mulai mendekat pada para ahli dan menilai mikrozonasi tempat yang sangat vital.

“Apakah membahayakan kalau terjadi gempa dan seluruh pasokan tak bisa dilalui,” tambah dia.

Hal yang sama juga harus dilakukan PLN , juga bank-bank yang memberikan kredit pembangunan rumah.

Dalam peta gempa 2001, kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, dan Semarang -- yang jadi pusat bisnis --  disebut-sebut mengalami  percepatan batuan dasar, yang dapat meningkatkan potensi terjadinya gempa.

“Kalangan bisnis memandang, peningkatan potensi gempa berarti pula peningkatan resiko usaha," kata Asisten Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana, Eric Ridzky Sjarief dalam rilis yang diterima VIVAnews, Senin 16 Agustus 2010.  (sj)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya