Daoed Joesoef Cerahkan Konteks Kebangsaan

Daoed Joesoef
Sumber :
  • Komunitas Embun Pagi

VIVAnews - Daoed Joesoef memenangkan penghargaan Achmad Bakrie 2010 kategori pemikiran sosial. Dia dinilai layak karena tak pernah lelah menunjukkan bahwa semangat ilmiah adalah basis peradaban modern.

"Ia senantiasa memperjuangkan rasionalisme ke dalam sistem pendidikan formal yang harus berfungsi sebagai komunitas ilmu, sembari menghidupkan secara kreatif kekayaan khazanah kultural Indonesia," tulis buku juri Freedom Institute, Rabu 28 Juli 2010.

Menurut juri, tulisan-tulisan Daoed mampu merambah berbagai disiplin. Tidak hanya itu, tulisan-tulisannya juga dinilai mampu menerjemahkan rasionalisme dan pencerahan ke dalam konteks kebangsaan Indonesia.

"Kejernihan pandangannya seringkali harus menghadapi konservatisme di lapangan keagamaan, kesukuan, dan kebangsaan," tulis juri. Meski pada akhirnya, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Pembangunan III itu memilih untuk melayangkan surat penolakan menerima penghargaan ini.

Sementara, Direktur Eksekutif Freedom Institute Rizal Mallarangeng menilai Daoed sebagai tokoh yang layak diberi penghargaan. Meski penolakan disampaikan sebelum pengumuman resmi, Freedom Institute tidak akan mencari penggantinya.

Berikut profil Daoed Joesoef

DAOED JOESOEF lahir pada 8 Agustus 1926 di Medan. Setelah tamat HIS (Hollandsche-Inlandsche School, setingkat SD), dilanjutkan dengan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, setingkat SMP). Karena situasi revolusi kemerderkaan yang bergejolak saat itu, dia mengikuti pendidikan militer formal di Brastagi.

Pada 1945 ia bertugas sebagai Letnan Muda dalam Divisi IV, Sumatra Timur, hingga September 1946, saat dia berangkat ke Yogyakarta untuk mengikuti pendidikan di MA (Militaire Akademie).

Meraih gelar doctorandus di FEUI pada 1959. Setelah beberapa saat mengajar di almamater-nya, ia kemudian meneruskan pendidikan ke Paris pada 1965 dan meraih gelar Docteur de l’Université dalam bidang hukum dari Faculté de Droit et des Sciences Economique, Université de Paris, pada 1967.

Pada 1973, dia meraih gelar kedua, Docteur d’Etat, dalam ilmu ekonomi dari Université de Paris I Pantheon-Sorbonne. Pada 1971, ia ikut mendirikan CSIS (Centre for Strategic and International Studies) di Jakarta.

Pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 1978-1983, anggota MPR, 1983-1988, anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) 1983-1988. Menerima penghargaan Mahaputra Adipradana dari pemerintah Indonesia pada 1982, dan Commandeur dans l’Ordre des Arts er des Lettres dari pemerintah Perancis pada 1983.

Menulis sejumlah buku, antara lain, Emak (Aksara Karunia: 2003), Borobudur (Penerbit Buku Kompas: 2004), Dia dan Aku (Penerbit Buku Kompas: 2006), Plato, Pengetahuan, Ilmu Pengetahuan, Gnosis, Kawruh (Yayasan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Panunggalan, Lembaga Javanologi Surabaya: 1987), Javanologi, Kebudayaan Indonesia, Pendidikan Nasional dan Ilmu Pengetahuan (Yayasan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Panunggalan, Lembaga Javanologi Surabaya: 1984).

Tarisland Superstars: Kemegahan dan Antisipasi di Puncaknya
Ammar Zoni

Sedang Tersandung Kasus Penyalahgunaan Narkoba, Ammar Zoni Ungkap Doa untuk Anak dan Kelurga

Ammar Zoni memahami bahwa bulan Ramadhan adalah saat yang istimewa. Ammar mengaku akan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024