Harga Tanah Melangit, Investor Jalan Menjerit

jalan tol Bogor Outer Ring Road (BORR) di Kedunghalang, Bogor
Sumber :
  • Antara/ Jafkhairi

SURABAYA POST -- Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Jawa Timur, menyatakan keberatan dengan naiknya harga tanah di sekitar jalan tol yang telah ditenderkan.

Menurut Ketua Umum DPD Gapeksindo Jawa Timur, Gatot Prasetyo, kenaikan dipicu karena Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan beberapa komponen pertanahan lainnya meningkatkan untuk pemasukan kas daerah.

"Ini yang secara tidak langsung membuat warga setempat juga terdorong untuk ikut menaikkan harga tanahnya. Logika sederhananya, pajak dijadikan tolok ukur masyarakat untuk menakar harga tanah miliknya," ujar Gatot Prasetyo.

Otomatis, kenaikan harga tanah membuat anggaran pembebasan lahan yang dicanangkan diawal proyek membengkak hingga mencapai 200%. "Kendala itu berimbas minimnya investor yang mau main di pembangunan infrastruktur," jelasnya.

Selain terpicu naiknya PBB, spekulan juga menjadi penyebab utama kenaikan harga tanah. Untuk urusan ini pun, Pemda setempat dianggap kurang peduli terhadap praktik makelar tanah.

"Harusnya tidak sulit bagi Pemda untuk menertibkan praktik makelar tanah ini. Tanah yang dimiliki tidak untuk dihuni, itu kan istilahnya tanah terlantar. Pemda bisa menertibkan kepemilikan tanah-tanah terlantar ini sehingga praktik makelar bisa ditekan," jelasnya.

Melalui serangkaian kebijakan dan Peraturan Daerah (Perda) setempat, Pemda punya kewenangan untuk membatasi jumlah tanah terlantar yang dimiliki seseorang.

Hal senada diungkapkan Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI). Pihaknya mengeluhkan naiknya harga tanah pada ruas tol pasca ditenderkan yang tercatat hingga mencapai 321% dari harga semula.

"Pemerintah sebenarnya sudah baik dengan mengeluarkan Perpres baru No.13 Tahun 2010 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak. Namun petunjuk pelaksanaan (Juklak) dari aturan tersebut belum ada," ujar Wakil Ketua ATI Hilman Muchsin.

Harusnya, menurut Hilman, Juklak dikeluarkan lebih dulu sebelum peraturan ditetapkan. Peningkatan harga lahan yang di luar kewajaran tersebut, menurut Hilman, menyebabkan tidak adanya kepastian biaya dan waktu pelaksanaan proyek pembangunan sebuah jalan tol.

Belum lagi, lanjutnya, adanya resistensi dari masyarakat terkait pemahaman yang salah dari peraturan yang lama, yaitu Perpres No.65 Tahun 2005 tentang kerjasama pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.

"Persepsi masyarakat, peraturan tersebut merupakan alat untuk menghilangkan hak atas tanah secara tiba-tiba. Sejauh apa makna ’demi kepentingan umum’ yang dimaksud dalam peraturan ini? Ini kerapkali dipertanyakan," tukasnya.

Praktik di lapangan seringkali terjadi perubahan arah. Misalnya, ruang lingkup kepentingan umum kerap berubah menjadi kepentingan pemilik modal. "Hal ini yang justru sering mendapat penolakan dari masyarakat pemilik tanah," tegasnya. Dengan kondisi tersebut, Hilman berharap ada penertiban di tingkatan oknum di lapangan. (wm)

Laporan: Taufan Sukma

Mobil Bekas di Bawah Rp100 Juta: Ada MPV Mewah dan Hatchback Keren
Ganjar dan Mahfud di MK

Ganjar Tak Datang saat Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Capres-Cawapres Terpilih

Calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo tak menghadiri penetapan Presiden-wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di KPU RI.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024