Jimly Asshiddiqie

Penumpukan Perkara, Masalah Serius Peradilan

VIVAnews - Guru besar Universitas Indonesia (UI), Jimly Asshidiqie menilai ada masalah serius dalam peradilan di Indonesia. Salah satunya adalah penumpukan perkara.

"Jumlah perkaranya sangat banyak, mencapai tiga juta," kata Jimly di Jakarta, Jumat 19 Februari 2010.

Menurut Jimly, penumpukan perkara itu disebabkan adanya kebiasaan penegak hukum melempar perkara ke atas. Misalnya, kata Jimly, hakim di pengadilan negeri dengan mudahnya memutus dan berpikir nanti ada banding. "Demikian pula di tingkat pengadilan tinggi," kata dia.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu menilai masalah perkara tersebut bisa berimplikasi pada kualitas penanganan perkara dan putusan yang dijatuhkan. "Termasuk manajemen perkara oleh majelis," kata dia.

Hal tersebut menyebabkan hakim tidak bisa lagi mempertimbangkan profesionalisme. Ke depannya, kata Jimly, sistem peradilan yang demikian tidak efektif.

Lantas bagaimana jalan keluarnya? "Harus ada pembatasan perkara dan restrukturisasi."

Ketahui Manfaat dan Risiko Saham Blue Chip, Dapatkan Dividen yang Konsisten

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini memberi contoh, penyelesaian perkara hanya dibatasi sampai ke tingkat provinsi, atau hanya pada tahap banding saja. "Kecuali pada perkara-perkara yang besar, misal ancaman hukumannya di atas lima tahun, menyangkut hak asasi manusia," kata dia.

Di Mahkamah Agung, kata Jimly, harus ada sistem kamar. "Agar lebih fokus dalam penyelesaian perkara selain adanya peningkatan kualitas," kata dia. Hal tersebut menurut Jimly akan mengubah kultur "Itu yang harus diubah, bukan renumerasi," kata dia.

Penumpang bus dari terminal Batoh, Banda Aceh. VIVA/Dani Randi

Arus Mudik di Aceh Diprediksi Meningkat 9 Persen pada 2024

Pergerakan arus mudik hari raya Idul Fitri Tahun 2024 di Provinsi Aceh diprediksi mengalami peningkatan dibanding tahun lalu.

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024