Nasib Murid, Bila Guru Menyegel Sekolah

SURABAYA POST -- Penyegelan SDN Batukalangan I, Kecamatan Proppo, Kab. Pamekasan bak drama. Sejak pekan lalu hingga kini SDN ini disegel Mukit alias H Muhdar yang mengaku ahli waris pemilik lahan yang ditempati sekolah tersebut.

Top Trending: Suami Sandra Dewi Punya Saham Triliunan, Ramalan Jayabaya Soal Masa Depan Indonesia

Dia yakin tanah seluas 8.350 m2 itu masih merupakan hak milik sah keluarganya. Dia memiliki bukti bahwa tanah itu belum pindah kepemilikan kepada pihak lain, termasuk kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan yang mengelola SDN Batukalangan I.

Sertifikat kepemilikan lahan yang dimiliki Pemkab, kata Mukit, palsu. Dia bersikukuh selama ini orangtua dan keluarganya tidak pernah ada yang melakukan transaksi atau pemindahtanganan hak milik pada pihak lain, baik jual beli maupun hibah.

’’Malah sampai sekarang saya masih membayar pajak atas tanah sengketa itu,” kata Mukit. Dia lantas menunjukkan bukti pembayaran PBB tanah tersebut pada tahun 2008 dengan SPPT nomor 35.28.060.002.000.8101.7.

SDN Batukalangan I sendiri bukan satu-satunya sekolah yang dibelit sengketa kepemilikan lahan. Data Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan, dan Aset Pemkab Pamekasan menunjukkan dari 460 SDN di Pamekasan, hanya 160 yang telah bersertifikat milik pemerintah. Itu pun sekadar sertifikat hak pakai. Parahnya, dari 160 lahan SDN yang sudah bersertifikat itu belum sepenuhnya bebas dari gugatan warga. Salah satunya di SDN Batukalangan I Kecamatan Proppo.

SDN yang belum bersertifikat kebanyakan berada di kecamatan yang tergolong tertinggal, mayoritas di pesisir utara seperti Kecamatan Proppo, Palengaan, Pegantenan, Waru, Batumarmar, Pakong, dan Kadur.

Setelah melalui berbagai upaya, dari sekitar 300 SDN yang masih bermasalah itu, kini ada 30 SDN yang sudah ada penyelesaian dan segera disertifikatkan oleh pemerintah. Rinciannya, 15 di Kecamatan Pegantenan, masing-masing 4 di Kecamatan Palengaan dan Pasean, 3 di Kecamatan Batumarmar, 2 di Kecamatan Proppo, serta masing-masing 1 di Kecamatan Pakong dan Waru. 

Dengan perhitungan tersebut, di atas kertas masih ada 270 SDN yang belum bersertifikat. Artinya, potensi sengketa lahan atas sekolah-sekolah itu masih sangat tinggi. Bisa jadi SDN Batukalangan I bukan korban penyegelan terakhir.

Berpengalaman di DPR, Sumail Abdullah Dinilai Berpotensi Maju Pilkada Banyuwangi

Sebagian pihak mungkin dengan sederhana menuding pelaku penyegelan sebagai pihak yang tidak peka terhadap pentingnya pendidikan. Namun, benarkah kondisinya sesederhana itu?

Mukit jelas menolak tuduhan seperti itu. “Sebenarnya saya tidak tega menutup sekolah itu. Saya sadar itu berkaitan dengan pendidikan anak, dan saya sendiri seorang pendidik. Namun apa boleh buat, upaya penyelesaian yang dicoba ternyata tidak menemukan hasil. Kami ingin ada penyelesaian yang tepat secepatnya,” katanya.

Mukit mempertegas keprihatinannya dengan menampung para siswa itu untuk belajar di Madrasah Diniyah Nurul Ulum yang dikelolanya. Siswa SDN Batukalangan I belajar pagi hari, sementara siswa madrasah diniyah masuk sore.

Jika pemerintah tidak menyelesaikan secara tepat sengketa ini, pihaknya tetap akan terus menutup gedung SDN itu dan menempuh jalur hukum. ’’Tuntutan kami sederhana, selesaikan dengan baik, berilah ganti rugi yang pas dan sesuai. Kami rela tanah ini dipakai untuk pendidikan, namun harus jelas transaksinya,’’ tegasnya.

Menurut Mukit, tahun 1999 lalu almarhum ayahnya, Sutomo, pernah mengajukan surat meminta penyelesaian sengketa lahan itu ke Pemkab. Setahun kemudian Sutomo dipanggil menemui Pemkab. Saat itu terjadi tawar-menawar tanah itu.

Sutomo meminta harga Rp 35 juta, sementara pemkab hanya mau Rp 7 juta dan sempat naik menjadi Rp 10 juta. Tak ada kesepakatan harga, transaksi pun gagal. Sutomo sendiri meninggal tahun 2001.

Yang membuat Mukit kaget, di tengah jalan buntu penyelesaian itu dia mendengar kabar dari Komisi A DPRD Pamekasan bahwa tanah itu sudah bersertifikat atas nama Pemkab. Mukit pun merasa dicurangi. Dia marah.

’’Dua bulan yang lalu kami mengirim surat lagi untuk menyelasikan masalah ini. Namun ternyata tidak ada tanggapan, akhirnya ya kami lakukan penyegelan itu agar ada upaya untuk menyelesaikannya dengan segera dan seadil-adilnya,” katanya.

Desakan Mukit baru menuai hasil setelah terpaksa memakai cara penyegelan. Komisi A dan D DPRD Pamekasan memanggil Pemkab dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pamekasan, Senin (15/2) malam untuk klarifikasi seputar proses sertifikasi atas lahan tersebut.

Dalam pertemuan itu Pemkab diwakili Sekdakab Drs Hadisuwarso, Kadinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Drs Taufiqurahman, Dinas Pendidikan, Bagian Hukum Pemkab, Pemdes Pemkab, dan Camat Proppo. Sementara dari BPN hadir Kasi Sengketa Tanah, Musleh SH.

Suli Faris, anggota DPRD Pamekasan khawatir apa yang terjadi di SDN Batukalangan I akan merembet ke sejumlah sekolah lain. ’’Karena pada umumnya, di banyak SDN hak kepemilikian tanahnya belum jelas,” ungkapnya.

Dia meminta Pemkab tegas, jujur, dan objektif dalam menangani kasus ini. “Jangan dibiarkan lama, saya tak bisa membayangkan jika ratusan sekolah yang kini hak atas tanahnya masih belum jelas itu disegel semua. Bagaimana nasib pendidikan anak-anak kita? Ini masalah serius yang harus diperhatikan segera,” kata politisi PBB ini.

Musleh, Kasi Sengketa Tanah BPN Pamekasan, menegaskan, sertifikat hak pakai yang dimiliki Pemkab Pamekasan atas tanah yang di atasnya dibangun SDN Batukalangan I sudah benar. Menurut dia, proses sertifikasi atas tanah itu dimulai sejak 1974.

Pada saat itu Pemerintah Daerah mengajukan hak pakai ke Gubernur Jatim. Pada tahun 1975 Gubernur Jatim mengeluarkan SK Gubernur No. DA/151/SK/Mdr/Beng/1975 tertanggal 29 Oktober 1975. Proses sertifikasi dilakukan setelah itu dan baru tuntas tahun 1981dengan nomor sertifikat 477 tahun 1981.

“Pengajuan hak pakai itu dilengkapi dengan bukti fisik pelepasan hak dari pemiliknya dan BAP dari pelepasan itu ada pada BPN. Kapan saja bisa diminta, asalkan jelas sesuai peraturan yang berlaku. Yang bisa meminta bukti itu adalah pemilik sertifikat itu sendiri, kemudian penyidik, dan terakhir pengadilan. Jadi kami tegaskan bukti fisik pelepasan itu ada,” kata Musleh.

Dia menyarankan pada pihak ahli waris yang tidak mempercayai adanya sertifikat itu untuk menggugat secara hukum karena yang bisa memutuskan sertifikat itu sah atau tidak adalah pengadilan.
 
Jalur hukum yang disarankan BPN, menurut Suli Faris, jangan dijadikan langkah pertama. Menurutnya, penyelesaian secara mufakat lebih layak dikedepankan. Apalagi, ia menganggap kasus ini muncul ke permukaan akibat kesalahan pemerintahan di masa lalu.

Sektor Manufaktur RI Jauh dari Deindustrialisasi, Ekonom Beberkan Buktinya

Dia mencontohkan tentang kewajiban pembayar pajak. ’’Kalau sertifikat itu milik pemerintah, mengapa kewajiban pajaknya dibebankan pada warga? Ini jelas ada masalah yang tidak beres,” tegasnya.

Laporan: Masdawi Dahlan

Nikita Mirzani

Terungkap, Alasan Rizky Irmansyah Sukses Curi Perhatian Nikita Mirzani

Di mata Nikita Mirzani, Rizky Irmansyah adalah sosok laki-laki berbeda dan memiliki daya tarik tersendiri.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024