Menjaga Surabaya Tak Tenggelam

SURABAYA POST -- Sedari kecil ia berkutat dengan sampah, lengkap dengan segala aromanya. Hingga kini pun aroma tidak sedap dan lalat beterbangan menjadi pemandangan sehari-hari yang harus diakrabinya.

Generasi Muda Harus Cerdas Finansial Dalam Menabung dan Kelola Keuangan

Jika tidak demikian, bukan tidak mungkin dia akan tetap menganggur, sebuah mimpi buruk lebih besar yang harus ia hindari.

Apalagi, ia sulung dari tiga orang adik yang masih bersekolah seperti dirinya juga. ”Ya harusnya memang seperti itu. Saya harus bertanggung jawab,” katanya tentang pekerjaannya yang membuat dia harus siap siaga 24 jam.

Imron, begitu nama pelajar itu, memegang kendali “nasib” kawasan Krembangan dan sekitarnya. Pundaknya yang kokoh dan tangannya yang cekatan memainkan panel mesin penyaring sampah di pintu Bozem Purwodadi menentukan apakah wilayah utara Surabaya akan terendam banjir atau tidak. Seperti sore itu, Sabtu (12/12).

Mendung menggantung di atas bozem seluas lebih dari 20 hektare. Tepat di pintu air Greges, 3 orang tengah sibuk mengutak-atik 4 buah panel yang berada di sisi mesin pintu air. Salah satunya Imron.

Kondisi Tragis di Gaza, FYP Minta Yordania-Mesir Buka Perbatasan untuk Bantuan Kemanusiaan

Meski bukan lulusan sekolah teknik, sepertinya dia begitu paham setiap inchi detil mesin itu. Bersama 2 orang mekanik lainnya, dia sibuk mempersiapkan 2 buah mesin baru yang sejak sehari sebelumnya didatangkan dari Jakarta.

Imron, jejaka muda itu, adalah satu di antara sekian penjaga bozem. Seperti penjaga pintu bozem lainnya, Imron berasal dan tinggal tidak jauh dari danau buatan penampung air itu. Sejak lahir dirinya menetap di kampung Salatiga, salah satu kampung kumuh di sekitar Bozem Purwodadi.

Selepas lulus SMP di desa asalnya, Bangkalan, pemuda bertinggi 160 cm ini kembali ke Surabaya dengan maksud mencari pekerjaan. ”Kasihan bapak, dia cuma satpam apotek,” keluhnya.

Tidak kunjung mendapat pekerjaan tetap, akhirnya dia pun mengikuti proyek bozem yang dijalankan oleh PT Asiana Teknologi Lestari. Melalui perusahaan tersebut akhirnya Imron bekerja sebagai buruh proyek. Selepas kontrakannya sebagai buruh habis, Imron diberi tawaran kembali bekerja di PT Asiana.
”Tapi kali ini sebagai penjaga bozem,” katanya.

Bekerja sebagai penjaga bozem memang tidak pernah terpikir olehnya. Apalagi, itu berarti ia harus berakrab ria dengan sampah. Akan tetapi, kebutuhan ekonomi memaksanya menerima tawaran itu. Kontrak 2 tahun lalu dijalaninya bersama PT Asiana.

Di awal masa kerjanya Imron sempat terkejut. Mulai dari timbunan sampah yang setiap hari harus diurusinya hingga tidak adanya waktu kerja yang pasti membuatnya sempat berpikir: apa benar ini pekerjaan yang ia inginkan?

Kini, jari-jarinya begitu cekatan mengoperasikan mesin hingga mengeruk sampah. Tak ada kendala berarti yang ia alami, kecuali protes warga yang merasa terganggu keberadaan tumpukan sampah-sampah itu.

“Dulu kepikiran, kini saya sudah kebal terhadap protes-protes itu,“ katanya. ”Itu bukan salah saya. Itu salah pengangkutan,” lanjutnya membela.

Menurut Imron, pengangkutan dari pihak Dinas Kebersihan Kota merupakan penyebab utama menumpuknya sampah di hampir tiap pintu bozem. Bozem di kawasan Jl. Gresik misalnya.

Dari 4 buah pintu yang ada, yakni pintu Purwodadi, Greges, Gadukan, dan Kodikal, hanya pintu Kodikal yang bebas dari tumpukan sampah. Di tiga pintu lainnya, tumpukan sampah merupakan pemandangan biasa.

Penumpukan itu tidak akan terjadi andai mobil pengangkutan bisa mengangkut sampah tepat waktu.
”Mobil pengangkut datang seminggu 2 kali. Itu pun banyak tidak pastinya,” tegas Imron.

UMK
Nasib lebih baik dialami Prasetyo. Pemuda seumuran Imron ini menjaga pintu bozem di Kodikal. Tidak sesibuk Imron, Prasetyo hanya menjaga pintu bozem agar sampah dari laut tidak masuk ke dalam bozem.

Memang, pintu bozem yang dijaga Prasetyo berhadapan langsung dengan laut lepas. Kondisi pintu air tampak lebih bersih dan terawat dibandingkan ketiga pintu air lainnya.

”Bisa dibayangkan jika air laut masuk.Dari Krembangan hingga Asem Rowo bakal terendam,” kata Pras, begitu ia biasa dipanggil.

Edi dan Yono, dua pemuda asal Jl. Greges juga lebih beruntung dari Imron. Dua pemuda penjaga pintu air Greges itu memang harus mengeruk lebih dari 2 ton sampah setiap hari, namun telinga keduanya tidak harus panas mendengar omelan warga.

Bahkan menurut mereka, warga sekitar pintu air sepertinya malah diuntungkan dengan menumpuknya sampah. ”Mereka banyak yang memunguti sampah-sampah seperti botol plastik untuk dijual lagi,” kata Edi.
Dengan tugas yang jelas tidak ringan, apalagi kala musim hujan menjelang, kita seringkali terlupa bertanya: berapa pendapatan mereka?

Ternyata, pendapatan mereka persis di atas UMK Surabaya, yakni Rp 1 juta. Bila UMK Surabaya dinaikkan lebih dari Rp 1 juta, tahun depan, pendapatan mereka bisa di bawah UMK bila tidak ada penambahan.

Memang, di tiap pintu resminya ada 3 orang pekerja. Satu pegawai Dinas Kebersihan dan Pertamanan Pemkot, 1 dari PT Asiana, dan 1 lagi tenaga outsourcing seperti Imron. Bisa diduga, orang seperti Imron-lah yang bekerja paling keras.

“Masak saya biarkan orang dinas yang berurusan dengan sampah? Saya, kan, nggak enak, akhirnya ya saya sendiri yang menangani,” katanya.
 
Tidak ada keluh dalam kalimatnya karena ia merasa ini adalah ladang rezekinya. Yang ia harap hanya pekerjaanya bisa lancar, termasuk dengan kehadiran truk pengangkut sampah yang lebih rutin daripada biasanya.

Heru Budi Didesak Segera Bangun Proyek Pengelolaan Sampah Sunter yang Mangkrak 5 Tahun
Ilustrasi pergerakan saham

Saham Berdividen, Pilihan Terbaik untuk Investor Konservatif

Saham berdividen merupakan saham dari perusahaan yang secara rutin membayar dividen kepada para pemegang saham. Berikut ini penjelasan manfaat dan risiko saham berdividen

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024