VIVAnews - Beberapa anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyatakan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Banten terhadap kasus perdata Prita Mulyasari tidak adil. Mereka menyatakan akan terus membela Prita hingga memperoleh keadilan.
Sebagai simpati dan empati mendalam, anggota DPD membantu Prita meringankan bebannya membayar denda. “Secara spontan telah terkumpul Rp 50 juta untuk tahap pertama. Kami akan terus mengumpulkan sumbangan lagi sesuai dengan kebutuhan Prita, yang selanjutnya kami serahkan kepadanya,” ujar I Wayan Sudirta (anggota DPD asal Bali) didampingi Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas (DI Yogyakarta), Emma Yohanna (Sumatera Barat), Hairiah (Kalimantan Barat), Parlindungan Purba (Sumatera Utara), Carolina Nubatonis Kondo (Nusa Tenggara Timur), dan John Pieris (Maluku).
Bertempat di pressroom Gedung DPD Kompleks Parlemen, Senayan—Jakarta, Jumat 4 Desember 2009, mereka menyatakan keprihatinannya atas putusan PT Banten mengenai kasus perdata Prita dengan Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra, Tangerang, yang menghukumnya dengan membayar denda Rp 204 juta. “Kami merasa prihatin,” kata Emma.
“Kami berharap, putusan pengadilan ini jangan menjadi preseden buruk nantinya. Kami khawatir akan banyak Prita-prita lainnya yang menjadi korban.” Kalaupun Prita akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), anggota DPD berharap putusan MA akan berpihak kepada keadilan.
Hemas secara khusus berterimakasih kepada media massa yang terus menerus mempublikasikan kasus Prita untuk mendapatkan dukungan yang lebih luas. “Dukungan ketua-ketua partai sebelum pemilu kemarin, saya harapkan tetap diteruskan hingga Prita mendapat keadilan.”
Mengenai jumlah dana Rp 50 juta untuk tahap pertama, Emma mengatakan, “Ini gerakan spontan sebagai kepedulian kami.” Awalnya, saat rapat pleno Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) yang dipimpin Wayan kaum perempuan anggota PPUU merasa terpanggil. Tetapi, ditanggapi kaum laki-laki karena menganggap kasus perdata Prita bukan persoalan kaum perempuan saja.
“Kami memberikan dukungan moril dan materil kepada Prita yang kasusnya telah berjalan lama, seolah didiamkan, tapi terakhir terangkat lagi. Kami terkaget, karena Prita didenda,” ujar Emma.
Parlindungan menyatakan, jika putusan pengadilan menjadi preseden buruk nantinya maka bukan tidak mungkin kasus serupa akan terjadi di daerah-daerah. “Ini peringatan kepada sistem hukum kita supaya memberikan keadilan. DPD akan serius mengawasi kasus Prita. Apalagi sebentar lagi Hari Ibu, ini menyangkut tanggung jawab seorang ibu kepada anak-anaknya.”
Sebagai penutup, John Pieris menegaskan, putusan PT Banten membuktikan hukum hanya mempertimbangkan legal justice dan mengabaikan social justice. “Padahal, hukum tidak sekadar berintikan kebenaran fakta-fakta tapi berintikan keadilan. Bagi kami, Prita tidak mencemarkan nama baik tapi justru mengungkapkan ketidakpuasan pelayanan rumah sakit terhadap dirinya. Apa salahnya?”
“Itu kan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, kebebasan menyatakan pikiran secara tulisan dan lisan yang harus dilindungi negara. Oleh karenanya, persoalan ini sebagai politik kemanusiaan, bukan dalam pengertian perebutan kekuasaan. Di manapun dan siapapun, kita harus memihak kepada orang-orang seperti Prita itu. Jika di dekat ibukota negara seperti itu, apalagi di daerah-daerah. Saya sangsikan, kalau begitu negara gagal melindungi hak asasi manusia.”
Vonis perkara perdata itu muncul di saat Prita tengah mendapat tuntutan enam bulan penjara dalam perkara pidana yang bergulir di PN Tangerang. Kasus perdata itu bergulir sebelum kasus pidana. Di tingkat Pengadilan Negeri Tangerang, ia divonis dengan denda Rp 312 juta. Atas putusan tingkat pertama itu, Prita lalu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banten. Hasilnya, Prita kembali diposisikan sebagai pihak yang kalah dengan diwajibkan membayar denda Rp 204 juta.
Tak hanya denda, Prita juga diwajibkan membuat permintaan maaf kepada Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera di media massa.
Baca Juga :
Mudik Lebaran 2024, Pergerakan Penumpang di Bandara Soetta Diprediksi Balik Seperti Sebelum Pandemi
VIVA.co.id
28 Maret 2024
Baca Juga :
Komentar
Topik Terkait
Jangan Lewatkan
Terpopuler
Wakil Presiden RI, Maruf Amin menanggapi lima jemaah umrah asal Indonesia yang dikabarkan diamankan di Arab Saudi karena diduga melanggar hukum. Menurut dia, pemerintah.
Suami dari artis Sandra Dewi, Harvey Moeis telah ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka dugaan kasus korupsi Timah.
Finsensius Mendrofa kuasa hukum dari Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud MD Aiman Witjaksono mengklaim kalau kasus aparat tak netral diihentikan. HP diambil ke Polda Metro Jaya
Menurut SBY, terpilihnya Prabowo-Gibran sebagai pemimpin RI lima tahun ke depan karena kehendak rakyat.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan lagi tersangka baru kasus korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT Timah. Salah satunya suami Sandra Dewi.
Selengkapnya
VIVA Networks
Sopir Truk Penyebab Kecelakaan di GT Halim: Saya Tanggung Jawab Beli Semua Mobil Korban
100KPJ
sekitar 1 jam lalu
Sopir truk berinisial MI siap bertanggung jawab atas Kecelakaan beruntun yang mengerikan terjadi di Gerbang Tol Halim Utama, Jakarta Timur, melibatkan beberapa unit mobil
Istilah "insecure" erat kaitannya dengan tingkat percaya diri seseorang, yang merupakan perasaan yang dapat berubah sesuai dengan situasi yang dialami. Apakah ini dosa?
6 Artis Jualan Rendang dan Makanan yang Bisa Buat Hampers Lebaran, Ada Promonya!
IntipSeleb
18 menit lalu
Kalau kamu tertarik untuk membeli makanan artis sebagai hampers lebaran yang lezat dan praktis. Yuk kita simak daftar artis jualan rendang dan makanan lainnya berikut ini
Mulia! Rizky Billar Serahkan Hasil Lelang Mobil Mewah untuk Bantu Warga Palestina
JagoDangdut
18 menit lalu
Suami pedangdut Lesti Kejora, Rizky Billar kembali menunjukkan kepeduliannya terhadap sesama dengan melelang mobil mewahnya untuk membantu warga Palestina.
Selengkapnya
Isu Terkini